Lingkaran Itu tak Bersudut

Minggu, 09 Januari 2011

Romantisme hujan

            Hujan belum reda, ketika dia akhirnya pulang dengan menungang kuda hitam yang gagah perkasa. Hujan masih deras mengalir dari langit, menyisakan perih bagi kulit yang terkena gatal, kadas,kurap,hingga kutu air. Hujan sepertinya lama akan reda ketika engkau terdiam mengelus kuda hitam yang mampu menahan dingin. Engkau abaikan badanmu yang basah, abaikan rasa dingin yang menusuk, engkau malah merasa iba menatap kuda yang diam dengan tatapan nanar semu.
         Hujan sepertinya tak akan menyisakan pelangi yang indah dipenghujung senja ini, karena mendung masih saja bergelayut ketika malam telah menyelimuti langit.Suasana terasa lembab ketika hujan telah reda, matahari yang terlambat bersinar pada waktunya memberi kesempatan lalat-lalat liar bangun dan hinggap dimana saja. Tanah yang becek, akibat hujan sehari semalam memeriahkan pesta lalat. Menjijikan memang. Dan aku melihat keperiganmu kembali dengan kuda hitam itu, ketika pagi baru saja membenahi dirinya. Aku merasa kembali sepi, sedang hujan sepertinya akan datang ketika waktunya ia pulang dengan kuda hitam gagahnya. Jika saja hujan datang saat aku sepi, aku akan berkata bahwa hujan adalah teman sejati sepiku. Namun ia seolah mengejek aku, ia datang disaat waktu-waktu ia akan pulang. Aku cemburu, jangan-jangan hujan juga telah menaruh rasa kepadanya. Jika begitu, aku tak bisa memisahkan bagaimana dia mencumbu badanya, menembus pakaian rapi yang selalu aku gosok dengan arang semprot air pandan. Aku akan menjadi gila jika berfikir hingga sejauh itu, tapi jika memang begitu aku akan titipkan kepada hujan untuk berkenan menjaganya. Meski dengan konsekuensi ia harus kena guyuran basah dari hujan. Tak apalah, yang penting ia mampu menamengi dirinya dari dahsyatnya kekuatan listrik bernama petir.
       Sore itu rupanya hujan tinggal gerimis ketika saat-saat dirinya akan pulang, semakin lama, semakin tipis. Dan benar juga, hujan reda ketika dirinya tiba di rumah. Senyumnya terlihat mengembang, berbeda dengan waktu kemarin yang bibirnya rapat tertutup dan otot2nya terlihat kaku seolah telah membeku. Tangannya menepuk berkali-kali kudah hitam jantanya. Seolah tengan mengatakan "hari ini kita tidak diguyur hujan dengan deras. Jadi bersyukurlah kawan"
        Ahh, kesepianku sirna sudah. Aku menatap langit, rupanya pelangi muncul juga hari itu. Pelangi yang telah kutunggu sejak musim penghujan datang sejak tiga bulan lalu muncul menghiasi langit. Aku mengira, hujan hanya hujan, yang datang membawa mendung,kelembaban,tanah becek, petir yang menakutkan. Rupanya ia tak lupa bahwa ia juga harus datang membawa pelangi untuk keindahan. Yang lupa justru diriku ini untuk selalu bersyukur atas kehidupan ini. Hujan memang tak pernah ingkar janji.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar