Lingkaran Itu tak Bersudut

Selasa, 29 Januari 2013

Fungsi masing-masing

Betapapun hebatnya telinga untuk mendengar, kehebatanya tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan mata untuk melihat. Begitupun luar biasanya mata untuk melihat, ia tidak bisa dibandingkan dengan lidah untuk mencecap makanan. Perbandingan ini tentu menjelaskan tentang duduk perkara keunggulan untuk penentuan nilai.Tentu saja menjelaskan siapa yang lebih unggul diantaranya. Cukup menarik, jika kita mengambil uraian tersebut menjadi istilah "seandainya begitu". Seandainya, ke lima indera kita berpacu dalam prestasi mencari siapa yang lebih unggul diantaranya. Apakah telinga,mata,hidung,lidah dan atau kulit?. Kompetisi mereka adalah mencari siapa yang lebih unggul diantaranya dengan penilian siapa yang lebih banyak memberi manfaat. Cara kompetisi mereka adalah memaparkan tentang manfaat indera mereka bagi kehidupan. Mata selalu berbicara tentang pentingnya dia sebagai indera melihat, telinga selalu berbicara tentang pentingnya dia sebagai indera pendengar. Mereka bersaing bahkan terkadang

Maaf, bukan karena kami tidak toleransi dengan tidak mengucapkan selamat hari beragama kepadamu

          Harmonisasi kehidupan itu memang indah. Dan tak jarang banyak yang mengatakan semua terjalin dari unsur perbedaan yang menyatu. Memang begitulah keindahan hidup itu, seperti pelajaran pada indahnya pelangi yang bukan karena satu,dua warna semata. 
         Sebagaimana alam telah banyak mengajari manusia, namun entah karena kebodohan atau enggan untuk mengakui tak jarang melupakan semua kodrat ajaran itu.
Bila zaman sekarang sudah banyak yang sangat keterlaluanya menghalalkan cara atas nama seni,HAM,gender,toleransi peningkatan mutu hidup dari segi materi dan saebreg alasan lainya untuk mendapatkan "pengakuan kebenaran". Maka tak ubahnya kita kembali pada zaman kebodohan yang telah terjadi dimasa lampau, sangat lampau dari zaman canggih komputer saat ini. Dan itu artinya kita sebenarnya mengalami kemunduran. Memilukan.Lebih menyedihkan, bila datangnya bulan desember atau hari agama lainya : banyak pertanyaan datang tentang boleh tidaknya kita (umat islam) sekedar mengucapkan selamat kepada kaum agama lain yang tengah merayakan hari besar mereka.Terasa memilukan ketika jawaban dari sebuah hadist ini:
"Rasullah melarang kita untuk meniru budaya mereka, datang pada acara mereka, apalagi mengucapkan kata selamat untuk mereka. Karena semua itu termasuk kita mengakui apa yang mereka anggap benar. Dan kita tak ubahnya termasuk umat mereka"
Menyesakan. Ketika mereka (umat islam sendir) malah menyanggah dengan pertanyaan selanjutnya
"Kalau begitu kita bukan manusia yang toleransi beragama?. Kita kan hidup di negara dengan bermacam2 agama. Gimana to?". Sungguh memilukan hati ini dengan mendengar pertanyaan yang seolah2 enggan mengakui kebenaran pernyataan Rasulnya sendiri.
            Sebenarnya apa yang kurang jelas dengan pernyataan Rasullah dalam hadistnya yang tentu saja telah kita baca, dengar berkali-kali?. Rasullah bukanya mengajak perang dengan mereka, Rasullah juga tidak menyuruh mengusik,mengobrak-abrik hari besar  yang mereka yakini. Rasullah sebenarnya malah mengajarkan arti toleransi beragama yang sesungguhnya. Bukankah ketika kita tidak mengusik beribadatan mereka itu jauh lebih bermakna toleransi daripada hanya mengumbar kata-kata demi mendapatkan pengakuan kalau kita bertoleransi?.
             Setidaknya peribahasa diam itu emas berlaku untuk urusan ini. bukankah begitu?Dengan ucapan atau tidak ucapan kita toh sebenarnya tidak mempengaruhi beribadatan mereka. Apalagi dengan datang dan tidak datangnya kita sama sekali tidak ada pengaruh lancar atau tidak lancarnya acara mereka. Kita saat ini memang tengah berperang dalam pemikiran, tapi harapan masih adanya iman dan mau mencari ilmu adalah jalan untuk kita bisa membentengi pikiran liar kita.Jika pun hati risau, ketika teman relasi-bisnis, pelanggan, ataupun atasan, tetangga, kerabat tengah merayakan hari besar mereka dibulan desember ini dan rasanya janggal untuk tidak turut menjadi "saksi" kebahagian mereka.Maka tindakan yang kiranya bijak adalah memilih untuk diam.
            Rasanya kita perlu berinstropeksi, jika kita mesti risau dengan tidak mengucapkan atau tidak datang turut merayakan acara mereka karena mereka kita anggap aset berharga dalam berhubungan kekeluargaan dan bisnis. Memang sulit untuk tidak melakukanya jika dari tahun ke tahun sudah terbiasa melakukanya. Sepertinya begitulah, zaman sekarang pengakuan kebenaran itu hadir karena banyak yang melakukanya sebagai tradisi. Pernyataan universal bisa dengan mudah di generalisasikan sebagai kebenaran.
         Semoga ditahun ini ada banyak dari kita (umat islam) yang sadar akan kekeliruanya ditahun lalu dan mengganti ucapan selamat dengan "Maaf, Bukan Karena Kami Tidak Toleransi Dengan Tidak Mengucapkan Selamat Kepadamu". Justru jika pun ingin diam itu lebih baik dan layak dikatakan sebagai emas. manusia mana yang tidak inginkan emas??Salam :-) Lan Afanaa

Hukum Kehidupan :Tragedi Beban II

Kawan, kalian pasti setuju, jika kita ingin menatap langit dari bumi maka mendongaklah wajah keatas. Jika ingin menatap bumi maka merunduklah wajah kebawah. Itu adalah salah satu cara hukum keberhasilan keinginan yang mutlak, tidak bisa diganggu gugat. Berbeda jika ingin pergi ke Roma, banyak cara yang bisa dillakukan, tidak mutlak harus melalui Turki, bisa saja memutar terlebih dahulu melalui benua amerika. Untuk urusan jalan seperti ini, tidak ada hukum keberhasilan dengan cara yang mutlak. Kawan, apa yang terpenting dari semua itu? apa istimewanya kita memiliki hukum yang mutlak dan hukum yang bisa kita ubah lewat pikiran kita?. Jika sudah menjadi takdir bahwa hanya dengan mendongakkan wajah keatas bisa melihat langit maka hukum itu hanya berlaku bagi orang yang tengah berdiri, bukan pada orang yang tengah berbaring yang sangat mudah ia hanya melemparkan mata keseluruh penjuru. Begitu pula jika hanya dengan merundukan wajah kebawah untuk bisa melihat bumi, maka hukum itu hanya berlaku pada orang yang tengah berdiri saja, bukan pada orang yang tertelungkup.Tapi kawan, apapun posisi kita, tak akan bisa jika mata tak bisa melihat, tak bisa hanya dengan mata bisa melihat tapi saat ada cahaya yang menyinari langit. Jadi hukum keberhasilan sebenarnya adalah sesuatu yang terjalin dari satu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan. Hukum keberhasilan tercipta jika ada serangkaian yang bisa menghubungkan menjadi jalan, jika itu seperti elektronik maka ada kabel yang saling menghubungkan, menghantar hantaran listrik. Jika hanya dengan ingin menatap langit saja kita mesti mendongkan wajah, atau berbaring, dan mempunyai pengelihatan, adanya cahaya. Maka berbeda cara jika kita ingin terbang kelangit. Kita tidak hanya bisa sekedar mendongkan wajah, mempunyai pengelihatan, adanya cahaya yang terang. Begitulah, ternyata dalam setiap keinginan kita ada pelajaran yang dapat kita petik. Bahwa kita hidup tidak bisa benar-benar sendiri. Harus ada kekuataan di luar diri kita yang membangkitkan fungsi apa2 dalam diri kita.Berusahalah, menembus hukum keberhasilan hidup dengan berusaha dan mau mengakui bahwa kita ini lemah-kosong. Dengan lemah-kosong maka biarkan kekuatan luar biasa di luar diri kita masuk untuk mengisinya. Maka kita bisa bergerak melalui tiap jalan kehidupan ini dengan ringan tanpa beban bahwa kita adalah orang yang sudah "kuat". Belajarlah dari kekalahan inggris vs chile, indonesia vs malysia dalam ajang persepakbolaan piala dunia dan AFF. Yang kalah lantaran terlalu besarnya beban sebagai orang yang merasa sudah "kuat.

Dendam Sang Pendekar

Orang disebut pendekar mengisyaratkan tentang kegagahan, kekuataan, kesaktian yang di tampilkan dengan keberanian melawan kejahatan. Setaguh apapun fisik pendekar, ia masih punya seonggok hati seorang manusia yang sering di kalahkan karena sebuah rasa dendam.
kisah pendekar burung rajawali, si Yoko mengajarkan pada kita...bahwa dendam pada akhirnya akan menghanguskan hidup-hidup seonggok hati kita. Membawa kegelisahan yang ujungnya hanya sebuah fatamorgana, kekecawaan yang pada perjalananya menyiksa batin kita. Bahkan yang lebih memperihatinkan dendam membawa buta hati kita, menutup rapat-rapat nasehat-nasehat yang bisa menuntun kita pada hakekat kehidupan. Setiap kata yang keluar dari target dendam adalah kesalahan, dan membuat kita memvonis bahwa target dendam adalah manusia yang selalu salah. Dendam pun bercampur dengan prasangka buruk dengan target dendam.
Dalam akhir kisah, pendekar Yoko akhirnya merasa malu sendiri, ketika target dendam (Kwe Ceng) memang benar-benar tulus menyayanginya, bahkan rela berkorban untuknya. Rasa malunya membangkitkan naluri suci seorang anak adam. Dan pada akhirnya menyadarkan dirinya dari bius dendam yang selama itu membelenggunya.
Namun adakah di antara kita tidak merasa sadar? ketika kita pernah menyimpan dendam dan kita perah di tolong oleh target dendam kita? atau setidaknya merasa malu dengan dendam yang pernah kita simpan pada target dendam yang ternyata peduli pada kita?
atau justru kita semakin menambah stok prasangka buruk untuk target dendam dan dendam kita tak kunjung menemukan jalan keluarnya. Exit....

Senin, 28 Januari 2013

Aklimatisasi Manusia Dalam Menghadapi Global Warming.


Sejak munculnya issue mengenai Global Warming yang menyertakan penjelasan buruknya bagi kelangsungan bumi, manusia semakin dihadapkan pada kenyataan bahwa Global Warming memang merupakan ancaman buruk bagi kelangsungan hidup mereka di bumi ini. Hal itu telah terlihat bagaimana aksi kecil global warming yang jelas terasa kehadiranya, hal itu bisa di rasakan pada suhu panas bumi yang meningkat, bagaimana iklim, cuaca berubah secara ekstream dan mengakibatkan bencana di beberapa bagian wilayah di bumi.Petunjuk ini menjelaskan tentang Global Warming yang memang bukan isapan jempol atau hanya sebuah pendapat untuk memberikan terapi kejut bagi pelaku perusak lingkungan di bumi ini. Banyak penyebab dari Global Warming itu sendiri, efek rumah kaca salah satu menjadi sorotan pemicu penyebab Global Warming itu sendiri, serta fungsi lahan hutan yang terus menyusut dari hari,bulan, ke tahun yang tidak sebanding perkembangan efek rumah kaca.
Tindakan aklimatisasi, atau tindakan penyesuian diri makhluk terhadap perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu adalah salah satu cara manusia dalam mengupayakan tindakan mempertahankan kelangsungan hidupnya di bumi. Bagaimanapun, manusia serta makhluk lainya adalah makhluk yang memiliki insting kuat dalam menghadapi segala hal bentuk ancaman yang dapat menyerang kelangsungan hidupnya. Meski dalam hal ini, manusia lebih di dukung dengan akal pikiran yang mampu di wujudkan dengan cara inteligensial. Bentuk inteligensial manusia salah satunya dapat menciptakan suatu alat senjata yang dapat berfungsi melindungi dirinya sesuai dengan tingkat kebutuhan, sedangkan makhluk lainya seperti hewan hanya mampu mengupayakan senjata yang telah menjadi kodratnya dari Tuhan Yang Maha Esa.
Aklimatisasi dalam kamus besar bahasa Indonesia sendiri memiliki penjelasan sebagai bentuk penyesuian (diri) dengan iklim, lingkungan, kondisi atau suasana baru. Sedangkan utnuk istilah pertanian aklimatisasi sendiri dijelaskan sebagai bentuk penyesuian tumbuh-tumbuhan atau binatang pada iklim yang berlainan dari iklim tempat asal sebagai akibat pemindahan.
 Secara garis besar, manusia dan makhluk hidup lainya memang sudah di persiapkan untuk bisa melakukan aklimatisasi dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun apa karena hal itu sudah di garis besarkan, lantas kita tidak berupaya untuk menjaga bumi ini dari perubahan iklim esktream akibat Global Warming? Meski kita setidaknya "mampu" beraklimatisasi kita lantas seenaknya membuat bumi ini kacau karena tingkah bodoh kita?
Kita memang sudah di persiapkan dengan berbagai senjata untuk bisa mempertahankan kelangsungan hidup kita, namun kita juga di persiapkan senjata untuk menjaga bumi ini.

Rabu, 23 Januari 2013

Do'a


        Ya Alloh.... Sunguh aku mengakui segala dosa khilaf ku
Segela keburukan yang pernah ku lakukan. Dan segala bentuk kehinaan yang membuat aku terpuruk dalam ketidakberdayaan untuk beribadah sebaik-baiknya kepada Mu.
     Ya Alloh.....Sungguh aku merasa lelah dan takut. Dan aku sadar bahwa rasa lelah, takut, letih kepayahan ini adalah bentuk kesalahan ku sendiri, akibat dosa-dosa yang aku perbuat. Dan untuk sekian kalinya aku menyadari ini bukan tindakan pembalasan dari Mu, ini adalah hukum kehidupan yang telah Kau tetapkan.
     Ya Alloh.....aku mengakui dan tak bisa membayangkan bagaimana jika Engkau langsung turun tangan dan menghukumku, atas dosa-dosa yang telah kulakukan ini, atas kehinaan yang ku torehkan ini.
     Ya Alloh.......Ampunilah hamba. Sudilah kiranya Engkau bukakan pintu ampunan seleber-lebarnya, Engkau bentangkan seluas-luasnya. Engaku tancapkan sedalam-dalamnya. Engkau datangkan sedekat-dekatnya.
        Ya Alloh.......hamba memohon kepadaMu. Mohon. Mohon.Memohon dengan sangat, sangat,sangat....
       Ya Alloh.......bersama ini hamba ingin menyampaikan banyak harapan dan keinginan. Sebelumnya, hamba memohon ampun bila dalam siratan harapan dan keinginan hamba membuat Engkau menetapkan dosa atas doa ini.Atas nama Mu Ya Alloh, hamba memulai.....
       Ya Alloh.....lapangkanlah rizky. Karunia. Barokah. Rahmat dan Anugerah dari Mu. Ya Alloh murahkanlah, semurah-murahnya, mudahkanlah semudah-mudahnya, kuatkanlah sekuat-kuatnya, lapangkanlah selapang-lapangnya untuk kehidupan rumah tangga kami kedepanya, untuk ibadah kami kedepanya, untuk kesejahteraan lahir dan batin kami kedepanya.
           Ya Alloh......sudilah kiranya Engkau berikan kepada kami. Semua itu untuk memenuhi kewajiban kami. Untuk bisa memenuhi kebutuhan kami sendiri. Untuk bisa mewaranai amal kami pada perintah sedekah, zakat dan infak. Dan sungguh dengan rizky, karunia, barokah,rahmat dan anugerah Mu kami ingin pergi ke tanah suci Makkah, bersama orang tua kami, bersama banyak saudara kami, tidak sekedar kami sendiri.
         Ya Alloh....apalah sulit bagiMu, namun hamba tahu Engkau Maha Tahu untuk kebaikan kami dan hamba yakin Engkau telah menyiapkan rencana yang lebih indah ketimbang bayangan kenikmataan yang ingin hamba raih. Ya Alloh, hamba mohon ampun dan hamba titip keinginan dan harapan ini pada Mu.semoga Engkau berkenan mengubah keinginan dan harapan itu menjadi kenyataan
             Ya Alloh, hamba selipkan doa keinginan hamba untuk Negeri ini. Semoga Engkau berkenan memberikan ampunan dan pertolongan pada kami rakyat Indonesia...
                             Ya Alloh, tolong lah kami, tolong-lah, tolong kami.......amin.....

Jumat, 18 Januari 2013

Bahagia itu bagaimana, bukan karena...

Menurut saya, kebahagian  waktu itu adalah diberi sebanyak-banyaknya nikmat, sebanyak-banyaknya anugerah, sebanyak-banyaknya karunia, sebanyak-banyaknya rizky, dan pokoknya sebanyak-banyaknya dari Alloh. Pada waktu itu, waktu ketika fikiran begitu sempit karena terhimpit.
Dan apa jadinya fikiran tentang bahagia pada waktu sekarang? ternyata berubah. Saya berfikir, bahwa bahagia itu adalah banyak memberi, dan pemberian itu bermanfaat bagi orang sebanyak-banyaknya.
Hatinya memberi peringatan tentang pelajaran arti bahagia.
Kebahagian sepertinya adalah sebuah cara pandang, ia akan berubah-ubah sesuai dengan cara pandang kita waktu itu. Kebahagian bukanlah suatu yang bersifat tetap, karena kita sendiri tidaklah hidup dengan "tetap". kita terus maju, dan posisi kita terus melaju.
Banyak pendapat orang berbeda untuk mengartikan kebahagian itu.Dan akan semakin berbeda ketika waktu berlalu, ketika kita terus melangkah maju.
Jika banyak yang menetapkan tujuan hidup untuk bahagia, maka sesungguhnya ia tengah memutar sendiri di sebuah lingkaran, terus bergerak, terus melangkah tapi tidak menemukan titik tujuan.

Bahagia berbeda dengan tawa, meski tawa adalah bagian dari bahagia. Arti bahagia sendiri adalalah diri kita sendiri dalam menyikapi, sepertinya itu adalah kunci dari arti bahagia.
Bahagia dengan keluarga
Bahagia dengan harta
Bahagia dengan tahta
Bahagia bukan semata karena, tapi bagaimana kita menjadikanya hidangan bahagia. Kita sudah rapuh, dan akan semakin rapuh jika kita mengantungkan karena pada yang rapuh.
karena keluarga, bisa jadi ia membuat kecewa.
karena harta, bisa jadi ia membuat kita hina
karena tahta, bisa jadi ia membuat kita semena-mena.

Bahagia sejatinya adalah bagaimana kita menyikapinya, dan sebaik-baik kita menyikapi adalah berdasar pada hati nurani yang mengikuti jalan Ilahi.
Bahagia ini bukan untuk kita diri sendiri, kita bahagia untuk banyak orang dan membawa kita tidak pada kerakusan bahagia. karena bahagia sejatinya akan semakin mekar jika dibagi, akan semakin mewangi jika di kasihi..bahagia...bahagia..bahagialah karena memberi bukan diberi :-)



Tengadah untuk Memohon, untuk kita, untuk romantisme ini

          Aku mengeluh waktu itu, kau terdiam dan aku tidak menyukai itu. Sesungguhnya aku tahu, diam mu adalah nyanyian derita yang lebih pedih ketimbang derita yang sesungguhnya. Tentu, aku mengeluh tentang derita yang tengah melanda kita.Tak cuma mengeluh, aku sering meraung menangis pilu, tak lebih itu semua hanyalah sebuah tindakan meratapi nasib pilu.Meratapi sesuatu dengan hanya duduk bertopang dagu.
       
         Malam yang dingin, saat selimut tak mampu menghatkan tubuhku. Ketika perapian telah kehabisan kayu yang tak mampu terbeli.Ketika perut berontak, meminta hak makanan untuk digilingnya.
Aku menghujat. Ya, hujatanku, menyentak jiwamu. Melonjakan emosi amarahmu. Saat itu, tampak jelas sekali kau berusaha sekuat tenaga meredam emosimu, agar tidak membuncah, membanjiri keadaan. Siratan lain kau memberi bahasa qalbumu, bahwa kau begitu khawatir jika aku yang tekena banjir luapan emosimu. Sama sekali kau tidak memperdulikan  dirimu, kau khawatir jika luapan itu akan berakibat buruk padaku. Menerjangku, menghantamku dan akhirnya melukaiku. Dan rasa sakit lukaku itu tentu saja kau akan turut merasakan sakit.Bahkan kau akan merasa lebih sangat, sangat sakit ketimbang aku. Sakitmu, rasa penyesalanmu, rasa bersalahmu menjadi sakit yang teramat bagimu. Hingga kau menyimpan semua itu dalam kotak diam emasmu, kau menyimpannya sangat rapat, setidaknya berusaha sangat rapat.
          Derita itu sesungguhnya adalah kebodohan kita sendiri. Kita yang mengali lubang, dan kita sendiri yang menjatuhkan tubuh kita kedalamnya, kita berusaha untuk naik, keluar dari lubang itu. Namun tatkala kita sudah keluar, kita kembali lagi mengali lubang dan kita kembali menjatuhkan tubuh kita kedalamnya. Kita keletihan sendiri, kelelahan, kepayahan dan sungguh kita sangat merugi segala energi.

Kau mengatakan kepadaku, bahwa anggap ini adalah pelajaran ilmu untuk kedepanya, agar kita bisa tahu lebih banyak tentang tikungan-tikungan jalan kehidupan ini.Aku mengangguk setuju, menetapkan hati bahwa semua ini adalah ujian bagi kita.
Ketika kita bersama, duduk saling bersandar bahu kau menjeleskan pertanyaan ku tentang kehidupan ini. Ingin aku catat, namun aku terlalu malas untuk beranjak dari pangkuanmu sekedar untuk mengambil alat tulis. Aku mengingatnya, sedemikian erat ku simpan. 

Sayang, aku pernah mengatakan hal tentang perasaan sepit saat itu, dan kau mengatakan anggap saja itu arti dari sebuah keramaian yang pernah kau rasakan. Bukankah ramai  tidak lagi berarti, jika sepi tidak ada kawan untuk lawan berbagi.
Sayang, aku menderita sakit waktu itu, dan kau mengatakan anggap saja itu arti dari sebuah bahagia yang pernah kau rasakan. Bukankah bahagia tidak lagi berarti, jika sakit derita tak pernah kau alami.

Kau mengajariku tentang hal itu, dan aku baru paham ketika aku pernah merasakan dan mau mengerti hikmah akhir dari semua itu.
Lelahku, sakitku,sepiku menjadi sesuatu yang patut aku kenang, untuk menemani rasa syukurku, untuk menjaga rasa syukurku, untuk mengingatkan rasa syukurku. Saat ini,  sampai nanti.

Aku memelukmu, dan kau menenangkanku.
Setelah aku merasakan kehangatanmu, kau menasehatiku.
Aku merasa bahagia dan kau merasa puas dengan hal itu.
Seolah bagimu, melihat kebahagianku adalah kepuasaan tersendiri bagi bagian hidupmu.
Membahagianku seperti menjadi bagian tujuan ibadah hidupmu.
Dan entah karena sebab aku baik hati, atau karena kasihan kepadamu.
Aku seolah tak ingin menangis lagi, setidaknya itu di hadapanmu.
Karena sepertinya hanya dengan itu aku membahagiakanmu.

  Wahai manusia yang memiliki jakun di tenggorakanmu, aku menghargai caramu mencintaiku. Dan aku mengatakan terima kasih untuk hal itu. Semoga Alloh membalas kebaikan cintamu. Dan setidaknya aku ingin membalas cinta mu dengan bakti pengabdianku.
Teruslah kita mencari, jalan dimana Alloh meridhoi. Kita telah berjanji, dan kita harus menepati.....

L pada B