Lingkaran Itu tak Bersudut

Sabtu, 27 Desember 2014

Pada tempatnya

Sudahlah tentu ketika kita akan tidur tidaklah membutuhkan paku pun palu untuk mengaitkan antar dua benda,bahkan terfikirkan pun tidak.Secara hukum normal tidak ada korelasi memberi dan menerima manfaat.Sebagaimana si batal, si selimut,si ranjang tidak memberi manfaat atas predikatnya jika yg diperlukan adalah paku dan palu.Hal itu jelas dan tidaklah samar,maka yg perlu diterangkan hanyalah penjabaran argumen.
Bagaimana mungkin mengaitkan arah yang jelas utara dengan arah yang jelas selatan? . Bagaimana mungkin menganalogikan penjelasan yg bahkan anak TK pun paham bahwa tidur tidaklah memerlukan palu pun paku.Untuk apa? Apa sedemikian efektif bila untuk senjata terhadap lawan yg menyusup tatkala kita tidur? Apa tidak terlalu paranoid jika alasanya takut ranjangnya roboh bertindak cepat sebelum ia terjerbab di lantai?
Maka itulah yang dimaksud dengan penjabaran selanjutnya ketika sesuatu yang sudah terlihat jelas,maka tetaplah akan masih ada pertanyaan dan argumen yg menyertainya.
Maka selebihnya pembahasan bukan masalah hukum korelasi kebutuhan,bukan lagi tentang tidak palu dan paku yg tidak sesuai untuk kebutuhab ketika hendak tidur.Tapi pembahasan akan meleber dengan menerjemahkan makna yg tersirat dari pernyataan itu.Berdebat dan tak dipungkiri kata2 yang ada sudah tidak lagi menggunakan kata paku,palu pun tidur.Tapi Uraian kata Falsafah yang melebar karena urat saraf hendak mengurai sepanjang dan sebanyak2nya.
Maka sangatlah wajar,jika hal itu terjadi.Sebab manusia pada dasarnya makhluk yg memiliki sifat demikian.Suka membantah dan suka berkeluh kesah.
 
Maka tidaklah heran jika perdebatan adalah citra tertinggi dari kaum pengagung kebebasan,kaum yang merasa "terdzholimi" dengan aturan yang serba di atur oleh kehidupan.Maka jika sesuatu yg jelas kebenaranya masih mereka perdebatkan,maka tidaklah perlu kita shock kaget lebay ketika mulut mereka begitu fasih memperdebatkan hal yang tersirat dari makna..kebenaran itu sesungguhnya.Kaum yg suka berdebat maka cukup kita layani sebatas waktu saja,sebab tidak ada akhir waktu untk..meladeni mereka.
Jadi jika kita hendak dan tengah tidur,maka barang tentu yg kita butuhkan adalah alas tidur (ranjang) bantalan dan selimut yg menutupi dr gangguan nyamuk pun udara dingin.Paku dan palu biarkan tergeletak di tempatnya,jika lukisan yang kita pasang di dinding jatuh,maka kita baru akan mengambilnya itu pun jika kita sudah bangun dari tidur dan tidak sedang tidur.
Maka itulah siratan makna tentang kesimbangan dan kebenaran.

Ikhlas..Dia yang lantas pergi

Ketika engkau iklhas, maka tak ada bekas untuk dijadikan bahan bercerita pada siapapun.
Ikhlas menceritakan akhir  cerita yang berujung pada pengabdian.Tidak ada kisah lagi sebab berakhir pada kepasrahan.
Ikhlas hanya nama untuk menjelaskan, tanpa perlu dipermanis untuk dikatakan.
Ikhlas hanya sekilas, selanjutnya tak ada isi, kosong. Tanpa perlu dikenang.
Kemudian terisi lagi reaksi rasa ikhlas yang terus di perbarui.
Karena perihal sebab yang lain, seperti engkau berjalan maka yang kau temui bukan hanya batu.

Ketika engkau mampu ikhlas, maka tak ada bekas untuk di tunjukan pada siapapun.
Ia telah pergi dengan cepat, sekejap mata.
Mata iblispun tak sempat untuk melihatnya.
Jiwa kembali "lupa" karena tak ada ritual mengenang untuk dipersembahkan pada dunia.

Ketika engkau mampu ikhlas, maka engkau lebih memilih menghangatkan diri dekat api unggun pada malam hari.
Sebab tak ada rasa yang perlu dikenang untuk dinikmati.Sebab ikhlas yang sesungguhnya telah jauh pergi.
Harapan yang tersisa hanya satu : Ridho Sang Illahi, tak lebih

Maka ketika engkau mampu ikhlas....
Engkau tetap merasa sendiri, tidak ada bayang kebanggan menemani.
Engkau sendiri sebagaimana kau sendiri dalam sendiri.

Dan jiwamu akan terus merasa haus untuk bisa bisa berbuat kebaikan lagi
Terus bergulir hingga jiwamu terus merasa haus lagi, lagi dan lagi.
Sampai mati................

Ikhlas sesungguhnya mengajarkan jiwa kita haus terus akan kebaikan.
Maka itulah yang kiranya  maksud Tuhan tentang arti sebuah keiklhasan.

Pilihan dan Keadaan.


 

Aku pernah mencoba memecahkan soal dalam tingkat teoritis : dalam keadaan tanpa bertuah.Fikiranku beradu dalam meja penyelesaian.Hidangan pilihan beraroma mengoda hendak mengajarku habis-habisan.Secara teori pilihan itu antara memperbaiki aturan yang sudah ada atau memperbaharui aturan yang akan diadakan. sebagai pilihan yang hanya bisa dijawab secara eksistensial.Aku harus mengalaminya,melewati jamuan pilihan.Jika aku tidak memilih salah satu diantaranya.Maka bersiaplah angin yg berhembus akan mengabarkan kematianku.
Ketika B.J.Habibie yang tanpa Ainun lagi akhirnya memilih pulang kampung,untuk menerbangkan burung besi ibu pertiwi mengangksa setinggi cita2 mulianya.Meninggalkan sanjungan rasa hormat atas intelektualnya yg ia dapat dari ibu negeri lain.Mungkin ia tidak lagi membutuhkan itu lagi,pilihannya kembali adalah harga diri yang tak ia daptkan dengan hanya mendapat sanjungan.Tapi itulah pilihan,seperti halnya pilihan Ibu Sri Mulyani yang memilih berkiprah jauh dr pertiwi.Bagaimanapun pilihan pada dasarnya menentukan sesuatu hal yg lebih baik lagi.Perbedaan mutu terletak pada sudut pandang dan dasar keyakinan.
Lalu,tinggalah aku untuk menyaksikan pelajaran dari sekian orang yang telah melewati jamuan pilihan: bisakah jiwa dan akal ini melenyapkan keegoisan dan kesombongN dengan penuh damai.Memilih berdoa adalah perlawanan paling lembut untuk menenundukan kebodohan.Meski berdoa tidak ada dlm menu jamuan tapi ia adalah pilihan sebelum memilih pilihan.Maka sesungguhnya keadaan lebih kejam ketimbang pilihan itu meski ia bertuah simalakama.
Maka demi jiwa yang akan kembali pada pemiliknya.Jiwa yg akan dimintai pertanggung jawaban pada sang pengenggam.Sepantasnya pilihan utamanya untuk menentramkan jiwa dan menyelamtkanya dari keadaan yg lebih kejam dr sergila kelaparan.
Aku pernah mencoba dan ketika tahu kejamnya keadaan drpada nafsu serakah.Maka aku berdiam diri untuk mengambil pelajaran untuk menentukan pilihan selanjutnya.