Lingkaran Itu tak Bersudut

Jumat, 31 Mei 2013

Untuk sekian lagi, merindu

Membuka perjamuan.
Sepiring perhatianmu dengan ditaburi senyum tulusmu. Segelas air kesabaranmu bercampur aduk dengan manisnya rayuanmu  menjaga sepiring jamuan tiap waktu.Jamuan itu selalu terhidang untukku, tiap aku merasa lapar dan haus untuk urusan kehidupan.Hidangan jamuan penutup adalah canda tawamu, yang renyah dan mudah lumer di mulut. Sensasi itu yang semakin membuatku semakin merindu.
Saat lain waktu, saat ini. Perjamuan itu terkalahkan oleh jarak. Tak dapat ku sentuh, hanya dapat kubayangkan.Membayangkan. Ya,karena dengan cara itu aku mampu bertahan oleh serbuan rinduku padamu.Benteng yang rapuh, bisa jadi begitu. Tapi setidaknya itu mampu membetengi kerapuhanku tanpamu.
Segeralah datang!, untuk membuka kembali perjamuan yang terasa bagiku lama tak melayaniku.  Meski hitungan itu baru dua malam,sedang engkau tahu hitunganku adalah beribu lipat waktu.
Di rumah ini.Tidak ada kisah, selain menunggu dan rindu.Membosankan. Tidak hanya aku.Cicak yang merabat di dinding terlihat sudah jenuh.Nyamuk terdengar mengerutu.Tikus mengumpat. Kecoa cemberut.Semut tak lagi berbaris rapi.Apalagi? Tokek. Ya binatang itu telah membisu sejak malam tadi.
Rumah yang membisu, dan aku terpenjara di dalamnya dengan perjamuan yang tak mampu membuatku kenyang.
***pipi bersemu merah***

 


Selasa, 28 Mei 2013

Tamu Penjuru Mata Angin



Dari segenap arah penjuru mata angin.
Mereka datang menemuiku.
Apa gerangan yang membawa mereka hingga kemari.
"Bertemu kawan dan mengabarkan tentang kejayaan masing-masing negeri penjuru mata angin"
Jika begitu, bukti kejayan itu pasti mereka bawa
Namun mereka tak membawa apapun.
Memperhatiikan tangan kosong mereka.
Kubernaikan bertanya meski ada malu rasanya
Aku tanyakan dari penjuru mata angin  Belgia
Ia tak membawa sekotak cokelat sekalipun.
Wajahku merengut.
Beralih dari penjuru mata angin Jepang
Ohhh Tuhan, ia tak membawa onderdil mobil asli sekalipun.
Bergeming kesal aku jadinya.
Penjuru China?
Kosong, bahkan harapan sekedar membawa baterai handphone kandas juga
Penjuru Thailand, Vietnam?
Sebutir beras pun tak mereka bawa. Keterlaluan
Meradang.
Malaikat memberi kabar.
Jika ada satu yang terlewat datang.
Terlambat.
Ohhh penjuru mata angin dari mana?
Apa gerangan yang meraka mau dengan menemuiku bertangan kosong begitu
Sekedar pamer?
Kiranya begitu.
Sebentar lagi tamu terlambat itu akan datang
Sehempasan angin, dia sudah datang di depan mataku.
Canggih.
Menyesak dalam dada
Ohh Tuhan,
Tuhanku yang Maha Esa.
Tuhanku yang Maha Pengampun.
Tuhanku yang Maha Merajai.
bisa ku tebak ia datang dari arah penjuru mata angin bagian mana.
Tersenyum ramah.
Berdirinya tegak jumawa
Pakaianya bertuliskan penegakan HAM.
Kepalanya dipenuhi pucuk senjata yang siap meletuskan amunisi kapan saja.
Tak perlu ku katakan dia datang dari arah penjuru mana....

Berganti (Kita penguasa memilih, tapi waktu adalah mesin pembunuh jika kita lama memilih)

Berganti.
Dialah waktu yang mengerakan tirai pengganti.
Dialah dalang dalam setiap pergantian.
Cukup waktu yang menjadi pemenang dari sekian kehidupan.
Sebab ia hanya menghantarkan pergantian, tanpa mau menjemput pergantian.
Dan dia adalah raja pergantian.

Menceritakan tentang waktu ketika
Berteman dengan waktu, ketika kita menunggu.
Bermusuh dengan waktu, ketika kita sibuk bekerja untuk sesuatu.
Kemenangan milik waktu, karena ia tak bisa ditipu.
Waktu terus melaju tanpa peduli manusia mana yang hendak menipu

Waktu ini, malam bersemayam.
Biarkan waktu berbicara, kita tertidur lelap hingga esok tiba
Atau biarkan kita menemani waktu dengan begadang hingga esok tiba.
Kita penguasa untuk memilih.
Waktu hanya mengiringi untuk keputusan yang akhirnya kita ambil.
Jika kita terlalu lama, waktu akan membunuh cara berfikir kita.
Dia akan membunuh, jika kita lama memilih
Selamat malam untuk waktu ;-)
(El Sunarjio page 2-7)

Senin, 27 Mei 2013

Penakluk Garuda



Terhitung dua hari lalu, Pak Lurah Sastro resmi menjabat sebagai kepala desa Sumber Banyu Kewarasan. Para pemilihnya bersuka cita, terlebih tim sukses dan pendukungnya bersorak gembira. Ujung dari kegembiraan itu adalah dirayakan kemenangan dengan menggelar pesta tujuh hari tujuh malam. Puncak pesta dimalam ketujuh akan disembilih ayam,bebek,kambing,kerbau,sapi hingga unta yang langsung didatangkan dari negeri Timur tengah. Tidak hanya itu, pada malam ketujuh pesta nanti akan didatangkan artis top ibukota untuk menyemarakan pesta, tidak tanggung-tanggung sepuluh artis akan diundang untuk pesta bertajuk syukuran itu.
Oleh sebab itu, hampir seluruh tim sukses dan pendukungnya tidak sabar untuk menghabiskan malam ketujuh pesta yang akan datang lima malam lagi.
“Saudara-saudaraku sekalian. Tanpa kalian, tidaklah mungkin saya nantinya akan terpilih menjadi pemimpin desa ini. Dan tanpa saya, desa ini tidak akan berkembang cepat mengikuti jaman yang telah serba instan ini. Maka dukung dan pilihlah saya untuk kemakmuran dan kesejahteraan kalian sendiri, karena saya pribadi sudah tergolong orang makmur dan sejahtera lahir batin.Hahhhh….haahhhh…hahhhhh”
Menghela nafas
“Saya tegaskan di sini, saya tidak mengharapkan apa-apa untuk mencolankan diri sebagai kepala desa, saya hanya berharap desa ini akan menjadi makmur dan sejahtera lewat tangan dingin saya” Kampanye mengebu-gebu Pak Lurah Sastro beberapa waktu lalu seraya mengangkat tangan kanan yang mengepal erat-erat.
“Tidak usah ragu atau pilu, pilih saja saya untuk menjadi pemimpin desa Sumber Banyu Kewarasan ini. Percayalah, sebagaimana kalian juga percaya bahwa Pancasila adalah Lambang Negara Indonesia…Hah..hahah” Pak Lurah Sastro membusungkan dadanya. Hendak memberi kesan mewibawa.Tawanya yang terbahak-bahak memperlihatkan otot lehernya yang menonjol hendak keluar dari lapisan kulit.
Nyuwun pangapunten, pak” tiba-tiba salah satu peserta Kampanye Pak Lurah Sastro mengangakat tangan. Interupsi. Tawa pak Lurah Sastro mendadak ikut terhenti. Tercekat
“Ada apa?” Pak Lurah mengkerutkan dahinya
“ Lambang Negera Indonesia bukan Pancasila tapi Garuda Pancasila. Kalau Pancasila saja itu merupakan Dasar Negara Pak”
Kampanye yang mulanya hiruk pikuk mendadak sunyi, beberapa mulut melongo tak ketinggalan pak Lurah Sastro. Kesunyian pecah setelah terdengar bunyi orang berdehem keras.
“Ehhmm…ehmmmm..ehmmm” Suara dehem itu ternyata Pak Lurah Sastro sendiri. Kemudian disusul dengan suara hiruk pikuk memprotes.
“Hhhuuuuuuuuuhhhhhhhhhhhhhh”
Entah ditujukan pada siapa protes itu.
Setelah kejadian itu, seminggu menjelang pemilihan.Lelaki yang diketahui bernama Ponijo dikabarkan hendak pergi ke Ibukota untuk meneruskan sekolahnya yang baru tamat  Sekolah Dasar.Sontak saja berita yang terkesan mendadak itu mengangetkan para tetangganya terlebih istrinya yang baru saja melahirkan anak pertama mereka tiga bulan lalu.
“Syukur Marang Gusti Allah, semua ini kemurahan hari Pak Lurah Sastro yang berkenan membiayai” Kata Ponijo mengangguk-anggukan kepalanya. Pak Lurah Sastro yang kebetulan hadir untuk pelepasan Ponijo memberikan sambutan.
“Inilah salah satu bentuk kepedulian saya terhadap sesama dan…bla…bla..bla” Sambutan itu berlangsung selama dua jam tiga puluh dua menit dan menyebabkan Ponijo hampir saja ketinggalan bus.
∞∞∞
Terhitung tiga tahun lalu, Pak Lurah Sastro resmi menjabat sebagai  kepala desa Sumber Banyu Kewarasan. Para tim sukses dan pendukungnya tidak merasakan kegembiraan yang setidaknya sama ketika pesta tiga tahun lalu. Mereka telah lama kembali berkecimpung dalam pekerjaan serba sulit dan keras, sebagai petani, tukang tambal ban, tukang parkir, tukang makelar, tukang jahit, tukang cukur rambut hingga tukang palak. Tidak ada perubahan, dan meraka menyadari jika kegembiraan pesta tiga tahun lalu adalah kegimbaraan yang telah dibayar tunai oleh Pak Lurah Sastro.
            “Kiranya lebih beruntung Ponijo ketimbang kita yang pontang-panting cari massa”
            Ucap tukang tambal ban seraya menghisap rokoknya dalam-dalam
            “Betul sekali. Kiranya dia telah lulus SMP dan aku dengar seminggu lagi dia akan pulang ke kampung ini lagi” kata Tukang parkir yang tengah duduk di sebelah tukang tambal ban.
            “Wahhh kalian apa belum dengar berita terbaru?” selonoh tukang cukur rambut
            “Apa?” tukang tambal ban dan tukang parkir kompak menimpali
            “Ponijo dikabarkan akan mencalonkan diri sebagai calon bupati untuk pemilu tahun ini”
            “wwwooowwww” wajah kedua tukang itu melongo tak percaya.
Berita yang mulanya kabar angin, akhirnya terbukti juga. Setelah kepulangan Ponijo ke kampung halamanya, Ponijo resmi mendeklarasikan diri sebagai calon bupati yang diusung oleh PILEK BATUKI, Partai Intelektual Bergabung Tukang Indonesia. Masyarakat yang mayoritas para tukang dan buruh menyambut semarak pencalonan Ponijo yang berasal dari rakyat asli. Pak Lurah Sastro tidak tinggal diam, dia pun akhirnya ikut mencalonkan diri dengan bergabung bersama PLOROTI, Partai Loyalis Roso Tersno Nganti Mati yang menyampaikan aspirasi tentang cinta dan kasih sayang.
            Kacang lali karo lanjarane, Ponijo semprol” Pak Lurah Sastro mengumpat tak karuan setelah mengetahui jika Ponijo yang selama itu ia biayai untuk meneruskan Sekolah, berani-beraninya mencalonkan diri sebagai calon bupati tanpa seizinya.
            “pokoknya jangan sampai aku kalah, setidaknya jangan sampai Ponijo menjadi pemenangnya” Ancam Pak Lurah Sastro kepada tim suksesnya.
            “Maaf Pak Lurah, saya mau tanya” Tanya salah satu anggota tim sukses.
            “Ehmmm” jawab Pak Lurah mempersilahkan
            “Jika nanti Pak Lurah Sastro memenangkan menjadi bupati, apa gerangan yang akan bapak hadiahkan bagi kami. Jika dulunya bapak memberikan pesta yang sangat meriah, tentu untuk tingkat bupati lebih meriah lagi”
            “oohhhhh, otak busuk kalian. Belum kerja sudah menagih ini itu” Gertak kesal Pak Lurah Sastro.
            “Maksud kami…”
            “Aaahhh” Pak Lurah Sastro memotong dengan suara umpatan kesal.
            “Baiklah untuk motivasi saya janjkan…” Lanjut Pak Lurah Sastro sedikit lebih tenang
            “Nah maksud kami begitu Pak Lurah, Untuk Motivasi kerja kami” Potong tim sukses yang semula terkan damprat.
            “Bisa aku teruskan bicaranya?” tantang pak Lurah Sastro.
Monggoooooooo” jawab kompak para tim sukses.
“Jika aku terpilih nanti ,pesta akan dirayakan Selapan hari.  Setiap hari menyembelih ayam dan bebek untuk lauk, setiap minggu akan aku datangan dua artis ibu kota. Puncaknya akan aku rayakan dengan mengundang setengah jumlah artis ibukota dan menyembelih segala macam binatang”
Terdengar suara tepuk tangan meriah membahana saentro gedung aula pertemuan itu.
∞∞∞
Terhitung sudah tiga hari, Pak Bupati Sastro meninggalkan jabatan Lurah yang tinggal dua tahun lagi demi menjabat sebagai bupati Kabupaten Iling Kewarasan.Ponijo mengakui kekalahan dengan meneruskan sekolah ke jenjang berikutnya,setelah mengetahui jika ia mendapatkan bea siswa di Ibukota.
“Pak Sastro dilawan” Sesumbar Pak Bupati Sastro di hadapakan pada seluruh tim sukses dan pendukungnya.
Tiga tahun berselang Ponijo kembali pulang kampung setelah lulus SMA. Ia kembali mencalonkan diri sebagai pemimpin, kali itu ia akan mencalonkan diri sebagai Gubernur  Propinsi Waras Tenan yang masih diusung oleh PILEKI. Mengetahui hal itu Pak Bupati Sastro tidak tinggal diam, ia akhirnya ikut melaju sebagai calon Gubernur. Dengan menyatakan janji kepada tim sukses, kali itu Pak Bupati Sastro berjanji akan mengelar pesta syukuran selama seratus malam, setiap hari berbagai macam lauk dari berbagai jenis binatang akan dihidangkan, para artis ibukota akan diundang semua untuk memeriahkan acara.
Bursa partarungan pencalonan pemilihan Gubernur di mulai. Segala macam trik,lobi hingga anggaran besar-besaran dikucurkan. Ponijo dan partai yang mengsungnya lagi-lagi masih jauh kalah trik,lobi hingga anggaran. Hingga akhirnya pertarungan pemilihan itu akhirnya berwujud kemenangan, dan kemenangan ternyata masih memihak Pak Bupati Sastro, dan dua hari lagi ia akan menjabat sebagai Pak Gubernur Sastro. Ponijo pun akhirnya kembali pergi ke Ibukota untuk meneruskan sekolahnya ke Perguraan Tinggi.
Pesta pun akhirnya digelar, seluruh tim sukses dan pendukungya merayakan dengan sorak-sorak bergembira. Namun tiba-tiba pesta hari ke tiga terganggu dengan masalah logistik.
            “Segala macam binatang tiba-tiba hilang dari pasaran Pak Gubernerur Sastro”
            “Sudah kau cek dengan teliti?”
            “Sudah pak Gubernur”
            “Persediaan tikus, cacing, belatung,kecoa sudah kau teliti persediaanya?”
            “Sudah pak Gubernur”
            “Burung Garuda?”
            “Kami tidak berani membunuhnya Pak Gubernur.Kami takut di tangkap”
            “Kamu buru satu saja, biar aku yang urus ijinya”
            “Tapi menurut penjaga reservasi, burung Garuda dikabarkan banyak yang menghilang”
Pesta pun terpaksa berhenti di hari ke lima belas itu.
Terhitung tujuh belas hari, pak Gubernur Sastro masih disibukan dengan permintaan ngotot para tim sukses yang kehabisan stock daging untuk melanjutkan pesta syukuran . Hari ke delapan belas masa jabatanya, ia dikejutkan dengan berita pencalonan Ponijo sebagai calon Presiden dengan bergabung ke P3K SI,Partai Paranormal Penuh Kasih Sayang Indonesia.
            Ada percikan api yang kemudian berkobar dalam dada Pak Gubernur Sastro. Hingga pada akhirnya Pak Sastro nekad turut mencalonkan diri sebagai presiden, namun ditentang oleh para tim suksesnya yang menuntut untuk menyelesaikan terlebih dahulu perheltan pesta yang masih tersisa 82 hari lagi.
            “akan saya tuntaskan pesta itu hingga 1000 hari jika aku terpilih jadi presiden. Dan akan aku impor seluruh daging dari luar negeri jika masih belum terpenuhi. Tak hanya daging impor, artis penghibur akan saya datangkan dari luar negeri”
Para tim sukses pun akhirnya tergiur dan mengiyakan.
Pertarungan terlihat semakin sengit dan panas. Seluruh jiwa dan raga Pak Gubernur Sastro ia kerahkan. Seluruh trik,lobi hingga anggaran ia kucurkan habis-habisan. Tinggal tersisa tulang dan baju yang melekat di badan. Namun kekalahan akhirnya berpihak pada Pak Gubernur Sastro, dan terhitung dua jam lalu Ponijo resmi menjabat sebagai Presiden RI.
            “Kenapa bisa kalah dengan Ponijo yang tidak pernah menjabat apapun itu”
            “Ponijo menyihir seluruh binatang di negeri termasuk burung garuda menjadi manusia pemilih fiktif, dan itulah sebabanya peredaraan segala macam binatang di pasaran lenyap dan menghilang”
            Pak Gubernur Sastro terperangah sesaat. Kemudian ia merasakan tulangnya terlepas dari tubuhnya, berjatuhan satu persatu.
Sesi Menunggu
Jum’at 15 Maret 2013
Lan El Sunarjio
**muat di koran klaten edisi lupa,,he,,he**
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       

Sabtu, 25 Mei 2013

Dialog Senja

Sambil memuji senja, kukatakan kepadanya.

"Malam akan segera datang, senja ini menjadi pertanda pergantian yang selalu hadir membawa kesenduan. Dia seperti pintu gerbang pemisah. Dan setiap perpisahan menjadi sendu yang paling memilukan. Kukatakan inilah senja, pembawa sendu.
Kita sebentar lagi akan tertidur lelap. Jika beruntung kita akan berjumpa lagi dalam mimpi. Dan berharap ketika esok tiba, kita masih bisa saling bertatap muka.
Menatap hari dan melaluinya dengan langkah cinta kita masing-masing. Hingga akhirnya kembali lagi pada senja. Berjumpa malam. Malam yang sering dingin ketika hanya berteman bantal guling.
Setiap kau menyelimuti tubuhku, kau lantas mengecup keningku. Selanjutnya aku selalu berdoa agar kemesraan itu berlanjut hingga aku menjumpai kembali dalam bentuk mimpi.
Mungkin, romantis ini adalah kehangatan cinta kita berdua.
Tak perlu bisa  terbang, sebab cinta telah menerbangkan jiwa kita.
Tak perlu bisa punya sirip untuk menyelami lautan, sebab cinta telah menenggelamkan kita di lautan yang dalam.
Dan tak perlu menunggu bahagia datang untuk tertawa, sebab menunggu membuat kita jenuh dan melupakan nikmat cinta yang lain. Hingga itulah yang menyebabkan syukur kita amburadul, cinta kita terlepas dari ketulusan.Kita akan tenggelam dalam kerakusan.Maka nikmat cinta yang mana yang kita dustkan?
Jika kau meyakini malam . Maka berpeganglah pada gelap malam, sebab sejatinya gelap hanya punya malam. Tapi ingat, seberkas bulan purnama kadang muncul untuk menjawab bahwa dunia ini bukan kepastian.
Jika pun siang yang kau yakini. Maka berpeganglah pada terang siang, sebab terang hanya punya siang. Tapi ingat, ada kalanya mendung bergelantung menutupi matahari. Jawaban itu menandakan bahwa kepastian hanya fatamorgana. Seiring yang kau temui, sesuatu itu banyak kemungkinan berubah dan tak pasti.
"Maka layaknya perempuan yang begitu mencintai kelembutan.Dendangkan kepadaku lagu nasehat terbaikmu. Seperti kau tahu, aku wanita yang lemah tanpa bimbinganmu. Namun jangan kau rendahkan aku dengan kekuatanmu, sebab disitulah dosa besarmu sebagai seorang lelaki".
Terdengar tawa kecilmu, tatapanmu tak mengarah padaku.Memandang lurus kedepan, sejauh mata memandangi sileut senja. Kau menertawakan hal yang lain. Dan itu berarti kau...............
"Kau tak mendengarkan semua kata-kataku?"
Wajahmu menoleh ke arahku, tubuh ini yang berdiri di sampingmu. Mataku menatap seraut air wajahmu. Sungguh begitu mencerahkan, mendamaikan qalbuku. Dia pangeranku, dia telah menampati sisi relung hatiku. Aku mengaguminya.
Setelah itu aku mendengar kata-katamu
"Tertawaku bukan berarti tidak mendengar kata-katamu.Mungkin tidak tepat  ketika aku harus menjawab kata-kata romantismu dengan tawa kecilku. Sejujurnya aku tak tahu lagi, harus berbuat apa untuk menandakan bahwa aku begitu menikmati sajian kata-katamu. Tertawa menjadi pilihanku ketika aku berfikir jika itu tidaklah menyakitkan. Jika pun itu membuatmu sakit, maka ku mohonkan maaf untuk hal itu. Kau tau sendiri, aku bukan pujangga yang mampu untuk meramu kata-kata. Beginilah aku, cara mencintaimu apa adanya diriku.Biarkan kupu-kupu terbang dengan sayapnya, jangan kau paksakan katak yang melompat untuk bisa terbang layaknya burung. Biarkan semua berjalan sesuai kodratNya. Seperti halnya ketika kau lelah, jangan kau paksaan untuk berjalan jika masih ada kesempatan untuk berhenti sejenak. Memaksakan sesuatu yang bukan kemampuan kita hanya akan menjerat kita dalam kebodohan, karena kita tidak menysukuri kemampuan yang telah Tuhan titipkan pada kita.Sebodoh-bodohnya orang adalah dia yang tak tahu diri, yang tak mampu mensyukuri. Tentunya kau tak rela jika aku masuk golongn orang seperti itu. Begitu pun aku sebaliknya, aku tak mau kau begitu. Sekarang kita berdua dalam satu, tapi tak bisa dipungkiri tanggung jawab kita berada dalam pundak masing-masing. Jadi, biarkan cinta yang ada pada diriku adalah membantumu meyelesaikan sebaik-baiknya tanggung jawabmu, begitupun sebaliknya. Cinta ini adalah untuk saling tolong menolong dalam kebaikan, sejatinya jika ia dipergunakan untuk keburukan maka itu bukan cinta tapi nista. Sungguh aku ingin mencintaimu dalam kebaikan sebab aku tak ingin menyiakan rasa cinta ini menjadi nista bagi kita berdua".
Waktu tak mampu aku tahan sebentar saja. Senja akan segera berakhir.
Dialog senja akan memahat tanda titik untuk berhenti.
Kau berdiri, Membersihkan debu yang menempel di celana dan bajumu. Kemudian menjulurkan tanganmu kearahku. Itu artinya kau meminta ku untuk segera beranjak di tempat itu. Baiklah. Aku menggengam tanganmu, kupegang erat seraya beranjak berdiri.
Kita melangkah menyusuri setapak jalan, diiringi suara azan maghrib yang mengema dari Surau kampung tengah.Tanganku semakin erat memegang lenganmu, karena sebentar lagi akan terpisah sesaat dalam barisan shaff yang rapi dan kokoh.



"

<photo id="1" />

Jumat, 17 Mei 2013

Membunuh secara Sangat Keji itu adalah Fitnah yang disebarluaskan


Kekejaman yang paling menyakitkan dalam suatu persaingan sekarang ini tak lain adalah kekejaman pemberitaan lewat media massa. Setelah terjadinya pergolakan reformasi antara tahun 1997-1998, kebebasan menjadi dasar utama untuk sebuah perubahan kala itu. Seiring berkembangan era kebebasan, maka  media massa tak luput ikut merayakan perkembanganya. Pada awal tahun 2000 an muncul stasiun TV yang khusus menyajikan tentang berita dan mengupas berita hingga sedalam-dalamnya. Investigasi yang tidak perlu lagi di awasi.Berbicara terbuka tanpa lagi takut akan masuk penjara.
Namun tujuan dari pemberitaan kini banyak melenceng dari tugas sebenarnya. Pemberitaan kini menjadi tempat pemboncengan berbagai kepentingan. Pemberitaan di media massa menjadi lahan  pesanan pihak lain. Senjata itu bernama media massa dan pemberitaan yang menyudutkan suatu peristiwa dan pelakunya. Bila mana pemberitaan sudah tak sesuai dengan kenyataan, tentulah itu  dikatakan fitnah. Seperti yang kita tahu, fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan dan itu artinya membunuh sangat kejam.
Manusia mana yang ingin disakiti dengan dikejami secara tidak manusiawi?. Hukumnya, jika tak ingin disakiti jangan menyakiti, jika tak ingin difitnah jangan memfitnah. Namun jika pun kita memang tak pernah memfitnah dan mendapatkan fitnah yang malah jauh lebih kejam. Maka bersikap cerdas adalah tindakan yang lebih baik. Cerdas dalam hal yang bagaimana? BERSABAR.
 
Semoga masyarakat mampu cerdas melihat realita mengerikan ini, dan semoga bukan karena materi kita mampu menjual harga diri tanpa ada sisa seinci......................

Sabtu, 11 Mei 2013

Pengobat luka itu adalah terdiam seorang diri

         "Luka ini tidak akan membunuhku, luka ini untuk mengubah arah laju sikap ku.Kecintaan pada sanjungan yang akan membunuhku, setidaknya begitu. Luka ini adalah kesucian jiwaku, tangisan lara yang menetes sungguh akan menghapus dosaku. Betapa ku yakin, karena Alloh yang akan menjadi saksi.Hingga kini takut itu masih mengarah pada Nya, setidaknya rasa ini masih kutunjukan untuk meraih ridhoNya. Langkahku masih mengingat akan keputusanNya. Luka ini adalah keganasan keramaian, dan hanya diam untuk mengobatinya. Diam ku adalah intropeksi, diam ku muhasabah diri, diam ku adalah mengambil jarak untuk berurusan bersamanya. Langkah ini telah ku pastikan, jika diam adalah hal terbaik untuk menyelamatkan jiwaku.Bicaraku adalah tanda cinta, dan diamku yang berkepanjangan tak ubahnya tanda diri terluka. Sebelumnya aku telah memohon ampun atas diam ini, jika diam ini membuatku seperti makhluk berpatung, diam ini akan menjauhkan dari keakraban yang pernah terjalin.Ku katakan sekali lagi, bicaraku yang berkicau adalah tanda cinta, dan diam berkepanjanganku adalah tanda luka.Bersama ini, ku jelaskan bahwa aku terluka, dan tak ingin lagi berkicau denganmu, dengan keadaan ini. Tak sedikitpun untuk ku menuntut  kau mengerti, sebab aku juga tidak ingin mengerti mengapa kau melukaiku. Impas.
         Betapun, aku telah kembali berbicara, sungguh rasa cinta seperti yang semula tidak sanggup untuk ku kicaukan lagi. Sebab aku telah terluka.
Kisah ini tentang luka.Biarlah. Sebab aku telah mengatakan semua ini pada Tuhan Sang Pencipta. Biarpun, tangisan yang sejatinya untuk menangisi dosa menjadi tangis untuk rasa luka ini. Biarlah, sebab aku sudah memohon ampun pada Tuhan Sang Penguasa, aku hanya manusia biasa. Tangisku tak mampu ku simpan, tangisku menjadi tanda kepedihan untuk segores luka.Akhir harapan ini adalah tangis ini mampu menghapus sebagaian dosa-dosaku.
        Luka ini sepenuhnya bukAn salahmu, setidaknya begitu, dan aku menyadari hal itu. Luka ini karena ketidakmampuank mengendalikan diri, luka ini karena ketidakpandaianku mengolah perasaanku sendiri. Seperti telah ku akui, aku hanya manusia yang juga adakalanya telah melukai, tapi karna sifatku ingin menang sendiri aku tak ingin di lukai. Setidaknya tidak dengan sekejam ini. Atau mungkin aku yang terlalu kejam menilai luka ini??.Ahh tidak, sebab aku pada dasarnya sudah sering terluka, dan keseringan terluka ini belum juga membuat jiwa ini membatu dengan luka. Tidak, bukan maksud aku ingin jiwa ini mati rasa oleh luka, sebab di situlah denyut jantung rasa malu  untuk menaungi jiwa imanku.
        Sementara aku akan mengobati luka ini dengan diam membisu, dan tak berharap orang lain mengerti tentang diriku. Kesendirianku untuk memohon ampun pada Tuhanku, menjauh dari tangan-tangan penyanyat luka ku. Mereka bersamaku, tapi jiwa ini menjauh darinya. Kicau ini akan menyepikan suasana jalinan ini, biarlah. Sebab dengan sendiri, sepi akan terbiasa mengeringkan luka dan mata ini karena tangisan yang menyayat hati"