Lingkaran Itu tak Bersudut

Sabtu, 11 Mei 2013

Pengobat luka itu adalah terdiam seorang diri

         "Luka ini tidak akan membunuhku, luka ini untuk mengubah arah laju sikap ku.Kecintaan pada sanjungan yang akan membunuhku, setidaknya begitu. Luka ini adalah kesucian jiwaku, tangisan lara yang menetes sungguh akan menghapus dosaku. Betapa ku yakin, karena Alloh yang akan menjadi saksi.Hingga kini takut itu masih mengarah pada Nya, setidaknya rasa ini masih kutunjukan untuk meraih ridhoNya. Langkahku masih mengingat akan keputusanNya. Luka ini adalah keganasan keramaian, dan hanya diam untuk mengobatinya. Diam ku adalah intropeksi, diam ku muhasabah diri, diam ku adalah mengambil jarak untuk berurusan bersamanya. Langkah ini telah ku pastikan, jika diam adalah hal terbaik untuk menyelamatkan jiwaku.Bicaraku adalah tanda cinta, dan diamku yang berkepanjangan tak ubahnya tanda diri terluka. Sebelumnya aku telah memohon ampun atas diam ini, jika diam ini membuatku seperti makhluk berpatung, diam ini akan menjauhkan dari keakraban yang pernah terjalin.Ku katakan sekali lagi, bicaraku yang berkicau adalah tanda cinta, dan diam berkepanjanganku adalah tanda luka.Bersama ini, ku jelaskan bahwa aku terluka, dan tak ingin lagi berkicau denganmu, dengan keadaan ini. Tak sedikitpun untuk ku menuntut  kau mengerti, sebab aku juga tidak ingin mengerti mengapa kau melukaiku. Impas.
         Betapun, aku telah kembali berbicara, sungguh rasa cinta seperti yang semula tidak sanggup untuk ku kicaukan lagi. Sebab aku telah terluka.
Kisah ini tentang luka.Biarlah. Sebab aku telah mengatakan semua ini pada Tuhan Sang Pencipta. Biarpun, tangisan yang sejatinya untuk menangisi dosa menjadi tangis untuk rasa luka ini. Biarlah, sebab aku sudah memohon ampun pada Tuhan Sang Penguasa, aku hanya manusia biasa. Tangisku tak mampu ku simpan, tangisku menjadi tanda kepedihan untuk segores luka.Akhir harapan ini adalah tangis ini mampu menghapus sebagaian dosa-dosaku.
        Luka ini sepenuhnya bukAn salahmu, setidaknya begitu, dan aku menyadari hal itu. Luka ini karena ketidakmampuank mengendalikan diri, luka ini karena ketidakpandaianku mengolah perasaanku sendiri. Seperti telah ku akui, aku hanya manusia yang juga adakalanya telah melukai, tapi karna sifatku ingin menang sendiri aku tak ingin di lukai. Setidaknya tidak dengan sekejam ini. Atau mungkin aku yang terlalu kejam menilai luka ini??.Ahh tidak, sebab aku pada dasarnya sudah sering terluka, dan keseringan terluka ini belum juga membuat jiwa ini membatu dengan luka. Tidak, bukan maksud aku ingin jiwa ini mati rasa oleh luka, sebab di situlah denyut jantung rasa malu  untuk menaungi jiwa imanku.
        Sementara aku akan mengobati luka ini dengan diam membisu, dan tak berharap orang lain mengerti tentang diriku. Kesendirianku untuk memohon ampun pada Tuhanku, menjauh dari tangan-tangan penyanyat luka ku. Mereka bersamaku, tapi jiwa ini menjauh darinya. Kicau ini akan menyepikan suasana jalinan ini, biarlah. Sebab dengan sendiri, sepi akan terbiasa mengeringkan luka dan mata ini karena tangisan yang menyayat hati"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar