Lingkaran Itu tak Bersudut

Senin, 27 Mei 2013

Penakluk Garuda



Terhitung dua hari lalu, Pak Lurah Sastro resmi menjabat sebagai kepala desa Sumber Banyu Kewarasan. Para pemilihnya bersuka cita, terlebih tim sukses dan pendukungnya bersorak gembira. Ujung dari kegembiraan itu adalah dirayakan kemenangan dengan menggelar pesta tujuh hari tujuh malam. Puncak pesta dimalam ketujuh akan disembilih ayam,bebek,kambing,kerbau,sapi hingga unta yang langsung didatangkan dari negeri Timur tengah. Tidak hanya itu, pada malam ketujuh pesta nanti akan didatangkan artis top ibukota untuk menyemarakan pesta, tidak tanggung-tanggung sepuluh artis akan diundang untuk pesta bertajuk syukuran itu.
Oleh sebab itu, hampir seluruh tim sukses dan pendukungnya tidak sabar untuk menghabiskan malam ketujuh pesta yang akan datang lima malam lagi.
“Saudara-saudaraku sekalian. Tanpa kalian, tidaklah mungkin saya nantinya akan terpilih menjadi pemimpin desa ini. Dan tanpa saya, desa ini tidak akan berkembang cepat mengikuti jaman yang telah serba instan ini. Maka dukung dan pilihlah saya untuk kemakmuran dan kesejahteraan kalian sendiri, karena saya pribadi sudah tergolong orang makmur dan sejahtera lahir batin.Hahhhh….haahhhh…hahhhhh”
Menghela nafas
“Saya tegaskan di sini, saya tidak mengharapkan apa-apa untuk mencolankan diri sebagai kepala desa, saya hanya berharap desa ini akan menjadi makmur dan sejahtera lewat tangan dingin saya” Kampanye mengebu-gebu Pak Lurah Sastro beberapa waktu lalu seraya mengangkat tangan kanan yang mengepal erat-erat.
“Tidak usah ragu atau pilu, pilih saja saya untuk menjadi pemimpin desa Sumber Banyu Kewarasan ini. Percayalah, sebagaimana kalian juga percaya bahwa Pancasila adalah Lambang Negara Indonesia…Hah..hahah” Pak Lurah Sastro membusungkan dadanya. Hendak memberi kesan mewibawa.Tawanya yang terbahak-bahak memperlihatkan otot lehernya yang menonjol hendak keluar dari lapisan kulit.
Nyuwun pangapunten, pak” tiba-tiba salah satu peserta Kampanye Pak Lurah Sastro mengangakat tangan. Interupsi. Tawa pak Lurah Sastro mendadak ikut terhenti. Tercekat
“Ada apa?” Pak Lurah mengkerutkan dahinya
“ Lambang Negera Indonesia bukan Pancasila tapi Garuda Pancasila. Kalau Pancasila saja itu merupakan Dasar Negara Pak”
Kampanye yang mulanya hiruk pikuk mendadak sunyi, beberapa mulut melongo tak ketinggalan pak Lurah Sastro. Kesunyian pecah setelah terdengar bunyi orang berdehem keras.
“Ehhmm…ehmmmm..ehmmm” Suara dehem itu ternyata Pak Lurah Sastro sendiri. Kemudian disusul dengan suara hiruk pikuk memprotes.
“Hhhuuuuuuuuuhhhhhhhhhhhhhh”
Entah ditujukan pada siapa protes itu.
Setelah kejadian itu, seminggu menjelang pemilihan.Lelaki yang diketahui bernama Ponijo dikabarkan hendak pergi ke Ibukota untuk meneruskan sekolahnya yang baru tamat  Sekolah Dasar.Sontak saja berita yang terkesan mendadak itu mengangetkan para tetangganya terlebih istrinya yang baru saja melahirkan anak pertama mereka tiga bulan lalu.
“Syukur Marang Gusti Allah, semua ini kemurahan hari Pak Lurah Sastro yang berkenan membiayai” Kata Ponijo mengangguk-anggukan kepalanya. Pak Lurah Sastro yang kebetulan hadir untuk pelepasan Ponijo memberikan sambutan.
“Inilah salah satu bentuk kepedulian saya terhadap sesama dan…bla…bla..bla” Sambutan itu berlangsung selama dua jam tiga puluh dua menit dan menyebabkan Ponijo hampir saja ketinggalan bus.
∞∞∞
Terhitung tiga tahun lalu, Pak Lurah Sastro resmi menjabat sebagai  kepala desa Sumber Banyu Kewarasan. Para tim sukses dan pendukungnya tidak merasakan kegembiraan yang setidaknya sama ketika pesta tiga tahun lalu. Mereka telah lama kembali berkecimpung dalam pekerjaan serba sulit dan keras, sebagai petani, tukang tambal ban, tukang parkir, tukang makelar, tukang jahit, tukang cukur rambut hingga tukang palak. Tidak ada perubahan, dan meraka menyadari jika kegembiraan pesta tiga tahun lalu adalah kegimbaraan yang telah dibayar tunai oleh Pak Lurah Sastro.
            “Kiranya lebih beruntung Ponijo ketimbang kita yang pontang-panting cari massa”
            Ucap tukang tambal ban seraya menghisap rokoknya dalam-dalam
            “Betul sekali. Kiranya dia telah lulus SMP dan aku dengar seminggu lagi dia akan pulang ke kampung ini lagi” kata Tukang parkir yang tengah duduk di sebelah tukang tambal ban.
            “Wahhh kalian apa belum dengar berita terbaru?” selonoh tukang cukur rambut
            “Apa?” tukang tambal ban dan tukang parkir kompak menimpali
            “Ponijo dikabarkan akan mencalonkan diri sebagai calon bupati untuk pemilu tahun ini”
            “wwwooowwww” wajah kedua tukang itu melongo tak percaya.
Berita yang mulanya kabar angin, akhirnya terbukti juga. Setelah kepulangan Ponijo ke kampung halamanya, Ponijo resmi mendeklarasikan diri sebagai calon bupati yang diusung oleh PILEK BATUKI, Partai Intelektual Bergabung Tukang Indonesia. Masyarakat yang mayoritas para tukang dan buruh menyambut semarak pencalonan Ponijo yang berasal dari rakyat asli. Pak Lurah Sastro tidak tinggal diam, dia pun akhirnya ikut mencalonkan diri dengan bergabung bersama PLOROTI, Partai Loyalis Roso Tersno Nganti Mati yang menyampaikan aspirasi tentang cinta dan kasih sayang.
            Kacang lali karo lanjarane, Ponijo semprol” Pak Lurah Sastro mengumpat tak karuan setelah mengetahui jika Ponijo yang selama itu ia biayai untuk meneruskan Sekolah, berani-beraninya mencalonkan diri sebagai calon bupati tanpa seizinya.
            “pokoknya jangan sampai aku kalah, setidaknya jangan sampai Ponijo menjadi pemenangnya” Ancam Pak Lurah Sastro kepada tim suksesnya.
            “Maaf Pak Lurah, saya mau tanya” Tanya salah satu anggota tim sukses.
            “Ehmmm” jawab Pak Lurah mempersilahkan
            “Jika nanti Pak Lurah Sastro memenangkan menjadi bupati, apa gerangan yang akan bapak hadiahkan bagi kami. Jika dulunya bapak memberikan pesta yang sangat meriah, tentu untuk tingkat bupati lebih meriah lagi”
            “oohhhhh, otak busuk kalian. Belum kerja sudah menagih ini itu” Gertak kesal Pak Lurah Sastro.
            “Maksud kami…”
            “Aaahhh” Pak Lurah Sastro memotong dengan suara umpatan kesal.
            “Baiklah untuk motivasi saya janjkan…” Lanjut Pak Lurah Sastro sedikit lebih tenang
            “Nah maksud kami begitu Pak Lurah, Untuk Motivasi kerja kami” Potong tim sukses yang semula terkan damprat.
            “Bisa aku teruskan bicaranya?” tantang pak Lurah Sastro.
Monggoooooooo” jawab kompak para tim sukses.
“Jika aku terpilih nanti ,pesta akan dirayakan Selapan hari.  Setiap hari menyembelih ayam dan bebek untuk lauk, setiap minggu akan aku datangan dua artis ibu kota. Puncaknya akan aku rayakan dengan mengundang setengah jumlah artis ibukota dan menyembelih segala macam binatang”
Terdengar suara tepuk tangan meriah membahana saentro gedung aula pertemuan itu.
∞∞∞
Terhitung sudah tiga hari, Pak Bupati Sastro meninggalkan jabatan Lurah yang tinggal dua tahun lagi demi menjabat sebagai bupati Kabupaten Iling Kewarasan.Ponijo mengakui kekalahan dengan meneruskan sekolah ke jenjang berikutnya,setelah mengetahui jika ia mendapatkan bea siswa di Ibukota.
“Pak Sastro dilawan” Sesumbar Pak Bupati Sastro di hadapakan pada seluruh tim sukses dan pendukungnya.
Tiga tahun berselang Ponijo kembali pulang kampung setelah lulus SMA. Ia kembali mencalonkan diri sebagai pemimpin, kali itu ia akan mencalonkan diri sebagai Gubernur  Propinsi Waras Tenan yang masih diusung oleh PILEKI. Mengetahui hal itu Pak Bupati Sastro tidak tinggal diam, ia akhirnya ikut melaju sebagai calon Gubernur. Dengan menyatakan janji kepada tim sukses, kali itu Pak Bupati Sastro berjanji akan mengelar pesta syukuran selama seratus malam, setiap hari berbagai macam lauk dari berbagai jenis binatang akan dihidangkan, para artis ibukota akan diundang semua untuk memeriahkan acara.
Bursa partarungan pencalonan pemilihan Gubernur di mulai. Segala macam trik,lobi hingga anggaran besar-besaran dikucurkan. Ponijo dan partai yang mengsungnya lagi-lagi masih jauh kalah trik,lobi hingga anggaran. Hingga akhirnya pertarungan pemilihan itu akhirnya berwujud kemenangan, dan kemenangan ternyata masih memihak Pak Bupati Sastro, dan dua hari lagi ia akan menjabat sebagai Pak Gubernur Sastro. Ponijo pun akhirnya kembali pergi ke Ibukota untuk meneruskan sekolahnya ke Perguraan Tinggi.
Pesta pun akhirnya digelar, seluruh tim sukses dan pendukungya merayakan dengan sorak-sorak bergembira. Namun tiba-tiba pesta hari ke tiga terganggu dengan masalah logistik.
            “Segala macam binatang tiba-tiba hilang dari pasaran Pak Gubernerur Sastro”
            “Sudah kau cek dengan teliti?”
            “Sudah pak Gubernur”
            “Persediaan tikus, cacing, belatung,kecoa sudah kau teliti persediaanya?”
            “Sudah pak Gubernur”
            “Burung Garuda?”
            “Kami tidak berani membunuhnya Pak Gubernur.Kami takut di tangkap”
            “Kamu buru satu saja, biar aku yang urus ijinya”
            “Tapi menurut penjaga reservasi, burung Garuda dikabarkan banyak yang menghilang”
Pesta pun terpaksa berhenti di hari ke lima belas itu.
Terhitung tujuh belas hari, pak Gubernur Sastro masih disibukan dengan permintaan ngotot para tim sukses yang kehabisan stock daging untuk melanjutkan pesta syukuran . Hari ke delapan belas masa jabatanya, ia dikejutkan dengan berita pencalonan Ponijo sebagai calon Presiden dengan bergabung ke P3K SI,Partai Paranormal Penuh Kasih Sayang Indonesia.
            Ada percikan api yang kemudian berkobar dalam dada Pak Gubernur Sastro. Hingga pada akhirnya Pak Sastro nekad turut mencalonkan diri sebagai presiden, namun ditentang oleh para tim suksesnya yang menuntut untuk menyelesaikan terlebih dahulu perheltan pesta yang masih tersisa 82 hari lagi.
            “akan saya tuntaskan pesta itu hingga 1000 hari jika aku terpilih jadi presiden. Dan akan aku impor seluruh daging dari luar negeri jika masih belum terpenuhi. Tak hanya daging impor, artis penghibur akan saya datangkan dari luar negeri”
Para tim sukses pun akhirnya tergiur dan mengiyakan.
Pertarungan terlihat semakin sengit dan panas. Seluruh jiwa dan raga Pak Gubernur Sastro ia kerahkan. Seluruh trik,lobi hingga anggaran ia kucurkan habis-habisan. Tinggal tersisa tulang dan baju yang melekat di badan. Namun kekalahan akhirnya berpihak pada Pak Gubernur Sastro, dan terhitung dua jam lalu Ponijo resmi menjabat sebagai Presiden RI.
            “Kenapa bisa kalah dengan Ponijo yang tidak pernah menjabat apapun itu”
            “Ponijo menyihir seluruh binatang di negeri termasuk burung garuda menjadi manusia pemilih fiktif, dan itulah sebabanya peredaraan segala macam binatang di pasaran lenyap dan menghilang”
            Pak Gubernur Sastro terperangah sesaat. Kemudian ia merasakan tulangnya terlepas dari tubuhnya, berjatuhan satu persatu.
Sesi Menunggu
Jum’at 15 Maret 2013
Lan El Sunarjio
**muat di koran klaten edisi lupa,,he,,he**
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar