Lingkaran Itu tak Bersudut

Selasa, 29 Januari 2013

Maaf, bukan karena kami tidak toleransi dengan tidak mengucapkan selamat hari beragama kepadamu

          Harmonisasi kehidupan itu memang indah. Dan tak jarang banyak yang mengatakan semua terjalin dari unsur perbedaan yang menyatu. Memang begitulah keindahan hidup itu, seperti pelajaran pada indahnya pelangi yang bukan karena satu,dua warna semata. 
         Sebagaimana alam telah banyak mengajari manusia, namun entah karena kebodohan atau enggan untuk mengakui tak jarang melupakan semua kodrat ajaran itu.
Bila zaman sekarang sudah banyak yang sangat keterlaluanya menghalalkan cara atas nama seni,HAM,gender,toleransi peningkatan mutu hidup dari segi materi dan saebreg alasan lainya untuk mendapatkan "pengakuan kebenaran". Maka tak ubahnya kita kembali pada zaman kebodohan yang telah terjadi dimasa lampau, sangat lampau dari zaman canggih komputer saat ini. Dan itu artinya kita sebenarnya mengalami kemunduran. Memilukan.Lebih menyedihkan, bila datangnya bulan desember atau hari agama lainya : banyak pertanyaan datang tentang boleh tidaknya kita (umat islam) sekedar mengucapkan selamat kepada kaum agama lain yang tengah merayakan hari besar mereka.Terasa memilukan ketika jawaban dari sebuah hadist ini:
"Rasullah melarang kita untuk meniru budaya mereka, datang pada acara mereka, apalagi mengucapkan kata selamat untuk mereka. Karena semua itu termasuk kita mengakui apa yang mereka anggap benar. Dan kita tak ubahnya termasuk umat mereka"
Menyesakan. Ketika mereka (umat islam sendir) malah menyanggah dengan pertanyaan selanjutnya
"Kalau begitu kita bukan manusia yang toleransi beragama?. Kita kan hidup di negara dengan bermacam2 agama. Gimana to?". Sungguh memilukan hati ini dengan mendengar pertanyaan yang seolah2 enggan mengakui kebenaran pernyataan Rasulnya sendiri.
            Sebenarnya apa yang kurang jelas dengan pernyataan Rasullah dalam hadistnya yang tentu saja telah kita baca, dengar berkali-kali?. Rasullah bukanya mengajak perang dengan mereka, Rasullah juga tidak menyuruh mengusik,mengobrak-abrik hari besar  yang mereka yakini. Rasullah sebenarnya malah mengajarkan arti toleransi beragama yang sesungguhnya. Bukankah ketika kita tidak mengusik beribadatan mereka itu jauh lebih bermakna toleransi daripada hanya mengumbar kata-kata demi mendapatkan pengakuan kalau kita bertoleransi?.
             Setidaknya peribahasa diam itu emas berlaku untuk urusan ini. bukankah begitu?Dengan ucapan atau tidak ucapan kita toh sebenarnya tidak mempengaruhi beribadatan mereka. Apalagi dengan datang dan tidak datangnya kita sama sekali tidak ada pengaruh lancar atau tidak lancarnya acara mereka. Kita saat ini memang tengah berperang dalam pemikiran, tapi harapan masih adanya iman dan mau mencari ilmu adalah jalan untuk kita bisa membentengi pikiran liar kita.Jika pun hati risau, ketika teman relasi-bisnis, pelanggan, ataupun atasan, tetangga, kerabat tengah merayakan hari besar mereka dibulan desember ini dan rasanya janggal untuk tidak turut menjadi "saksi" kebahagian mereka.Maka tindakan yang kiranya bijak adalah memilih untuk diam.
            Rasanya kita perlu berinstropeksi, jika kita mesti risau dengan tidak mengucapkan atau tidak datang turut merayakan acara mereka karena mereka kita anggap aset berharga dalam berhubungan kekeluargaan dan bisnis. Memang sulit untuk tidak melakukanya jika dari tahun ke tahun sudah terbiasa melakukanya. Sepertinya begitulah, zaman sekarang pengakuan kebenaran itu hadir karena banyak yang melakukanya sebagai tradisi. Pernyataan universal bisa dengan mudah di generalisasikan sebagai kebenaran.
         Semoga ditahun ini ada banyak dari kita (umat islam) yang sadar akan kekeliruanya ditahun lalu dan mengganti ucapan selamat dengan "Maaf, Bukan Karena Kami Tidak Toleransi Dengan Tidak Mengucapkan Selamat Kepadamu". Justru jika pun ingin diam itu lebih baik dan layak dikatakan sebagai emas. manusia mana yang tidak inginkan emas??Salam :-) Lan Afanaa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar