Lingkaran Itu tak Bersudut

Kamis, 28 November 2013

Inilah kita

Ok, manusia diciptakan dengan titik kemulian yang terletak pada perjuangan pembenahan kesalahan yang tak pernah luput dari kehidupanya. Karena manusia sendiri tidak ada yang sempurna dengan tidak pernah berbuat salah dan dosa. Namun sekejam apakah ketika kita berlagak sok menjadi hakim untuk menghakimi kesalahan orang lain? Bahkan melupakan kebaikan-kebaikan orang itu lantaran kita ingin merasa tampil paling benar selama ini. Terlalu sadis, ketika menganggap bahwa kesalahannya adalah hal yang terburuk dan menjijikan. Hingga terlalu egois, ketika kita mempunnyai akal dan naluri kita tanpa mau tahu sebab apa kesalahan itu terjadi. Sengaja atau tidak sengaja?. Kenapa dia bisa berbuat seperti itu?. Sampai pada kita tidak tahu (karena tidak mau tahu), Tuhan sudah mengampuni kesalahanya atau belum. Sedang kita masih berdiri tegak dengan menyombongkan diri "lihatlah, dia yang melakukan kesalahan ini dan itu, sedang aku kan tidak. Kalau aku........". Jadi, tolonglah, bukanlah kapasitas kita menjadi "hakim" di setiap kesalahan dan dosa orang lain, karena bagaimanapun kita tahu bahwa Hakim yang Maha Agung adalah Tuhan yang selama ini kita mintai pertolongan dan kita sembah.Jika pun kapasitas kita menjadi hakim, tentu itu sebatas karena tuntunan profesi atau tugas amanah yang telah disumpah. Sejauh ini kapasitas kita apa? tak lebih dan tak jarang kapasitas kita  hanya makhluk yang tengah panik karena tengah mencari sebuah pengakuan, bahwa" aku ini orang yang baik, karena aku tahu kesalahan orang lain". Lihatlah!, sebijak itu kah kita.
Baiklah, manusia memang cenderung tidak mau disalahkan meski sebenarnya dia juga merasa bersalah. Dan inilah yang sering membuat diri kita lupa, tujuan hidup kita. Manusia yang mudah menyalahkan orang lain tak ubahnya juga seperti orang yang tengah mencari pengakuan dirinya bahwa dirinya orang baik. Manusia yang tidak mau disalahkan sekiranya memang ia tidak mau dianggap buruk di hadapan manusia lainya. Segalanya akan lebih berarti, ketika kita menganggap bahwa diri kita hanyalah manusia nista, karena yang mulia hanya Alloh SWT, Tuhan kita. Apa yang salah dengan kejamnya kehidupan, adalah ketika kita menganggap bahwa diri kita mulia dan tak patut merasa terhina.
Jiwa kita begitu rapuh, sangat rapuh akan cacian,hinaan dan pengkhianatan. Itu bisa dimengerti, karena di antara kita tidak ada yang mau merasa menjadi hina. Jiwa kita mudah bergejolak dengan nafas kehidupan, jiwa kita mudah berguncang dengan senggolan. Jiwa kita terlalu rapuh, namun ia akan mampu kuat ketika kita mengantungkan pada yang Maha Kuat.
Hahh, (menarik nafas). Jiwa kita tak akan pernah berhenti merespon setiap percikan air kehidupan, entah itu air jernih, air kotor, air comberan. Karena jiwa kita hidup. Namun ketika kita menjadi kuat maka kita mudah memaafkan atas kesalahan orang lain. Itu jika kita dipihak merasa didzolimi.Namun bagaimana jika kita selama ini ternyata bagian orang2 yang suka mencari kesalahan orang lain? ahhh semoga Alloh memberi pemahaman pada diri kita sendiri, sejauh mana kita melangkah pada kehidupan ini, bagaiamana kita, apa yang telah kita lakukan selama ini, seperti apa sebenarnya perilaku dan sikap kita pada orang lain, dan tentunya seburuk dan seperti apa sebenarnya dosa dan kesalahan kita selama ini. Jika kita telah tahu bahwa tidak ada manusia yang tidak pernah berbuat salah dan dosa, maka perlukah kita menambah dosa dengan membicarakan aib dosa orang lain karena ada rasa benci dan iri?. Karena tak bisa dipungkiri, kita bagian dari makhluk yang bernama manusia yang seluruh seisi alam semesta selalu membicarakan tingkah makhluk berakal ini.Makhluk yang memiliki banyak kecenderungan untuk selalu merasa menang, meski itu sekedar urusan salah dan dipersalahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar