Ok, manusia diciptakan dengan titik kemulian yang terletak pada
perjuangan pembenahan kesalahan yang tak pernah luput dari kehidupanya.
Karena manusia sendiri tidak ada yang sempurna dengan tidak pernah
berbuat salah dan dosa. Namun sekejam apakah ketika kita berlagak sok
menjadi hakim untuk menghakimi kesalahan orang lain? Bahkan melupakan
kebaikan-kebaikan orang itu lantaran kita ingin merasa tampil paling
benar selama ini. Terlalu sadis, ketika menganggap bahwa kesalahannya
adalah hal yang terburuk dan menjijikan. Hingga terlalu egois, ketika
kita mempunnyai akal dan naluri kita tanpa mau tahu sebab apa kesalahan
itu terjadi. Sengaja atau tidak sengaja?. Kenapa dia bisa berbuat
seperti itu?. Sampai pada kita tidak tahu (karena tidak mau tahu), Tuhan
sudah mengampuni kesalahanya atau belum. Sedang kita masih berdiri
tegak dengan menyombongkan diri "lihatlah, dia yang melakukan kesalahan
ini dan itu, sedang aku kan tidak. Kalau aku........". Jadi, tolonglah,
bukanlah kapasitas kita menjadi "hakim" di setiap kesalahan dan dosa
orang lain, karena bagaimanapun kita tahu bahwa Hakim yang Maha Agung
adalah Tuhan yang selama ini kita mintai pertolongan dan kita
sembah.Jika pun kapasitas kita menjadi hakim, tentu itu sebatas karena
tuntunan profesi atau tugas amanah yang telah disumpah. Sejauh ini
kapasitas kita apa? tak lebih dan tak jarang kapasitas kita hanya
makhluk yang tengah panik karena tengah mencari sebuah pengakuan, bahwa"
aku ini orang yang baik, karena aku tahu kesalahan orang lain".
Lihatlah!, sebijak itu kah kita.
Baiklah, manusia memang cenderung
tidak mau disalahkan meski sebenarnya dia juga merasa bersalah. Dan
inilah yang sering membuat diri kita lupa, tujuan hidup kita. Manusia
yang mudah menyalahkan orang lain tak ubahnya juga seperti orang yang
tengah mencari pengakuan dirinya bahwa dirinya orang baik. Manusia yang
tidak mau disalahkan sekiranya memang ia tidak mau dianggap buruk di
hadapan manusia lainya. Segalanya akan lebih berarti, ketika kita
menganggap bahwa diri kita hanyalah manusia nista, karena yang mulia
hanya Alloh SWT, Tuhan kita. Apa yang salah dengan kejamnya kehidupan,
adalah ketika kita menganggap bahwa diri kita mulia dan tak patut merasa
terhina.
Jiwa kita begitu rapuh, sangat rapuh akan cacian,hinaan
dan pengkhianatan. Itu bisa dimengerti, karena di antara kita tidak ada
yang mau merasa menjadi hina. Jiwa kita mudah bergejolak dengan nafas
kehidupan, jiwa kita mudah berguncang dengan senggolan. Jiwa kita
terlalu rapuh, namun ia akan mampu kuat ketika kita mengantungkan pada
yang Maha Kuat.
Hahh, (menarik nafas). Jiwa kita tak akan pernah
berhenti merespon setiap percikan air kehidupan, entah itu air jernih,
air kotor, air comberan. Karena jiwa kita hidup. Namun ketika kita
menjadi kuat maka kita mudah memaafkan atas kesalahan orang lain. Itu
jika kita dipihak merasa didzolimi.Namun bagaimana jika kita selama ini
ternyata bagian orang2 yang suka mencari kesalahan orang lain? ahhh
semoga Alloh memberi pemahaman pada diri kita sendiri, sejauh mana kita
melangkah pada kehidupan ini, bagaiamana kita, apa yang telah kita
lakukan selama ini, seperti apa sebenarnya perilaku dan sikap kita pada
orang lain, dan tentunya seburuk dan seperti apa sebenarnya dosa dan
kesalahan kita selama ini. Jika kita telah tahu bahwa tidak ada manusia
yang tidak pernah berbuat salah dan dosa, maka perlukah kita menambah
dosa dengan membicarakan aib dosa orang lain karena ada rasa benci dan
iri?. Karena tak bisa dipungkiri, kita bagian dari makhluk yang bernama
manusia yang seluruh seisi alam semesta selalu membicarakan tingkah
makhluk berakal ini.Makhluk yang memiliki banyak kecenderungan untuk
selalu merasa menang, meski itu sekedar urusan salah dan dipersalahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar