Hari Jum’at malam bulan
purnama. Tidak ada suara keriuhan. Keadaan di desa yang jauh dari keramaian kota itu
terlihat begitu sunyi senyapi. Meski waktu itu malam belumlah larut.
Hasan seorang bocah laki-laki berusia 10 tahun keluar dari Masjid setelah menunaikan sholat maghrib. Sepasang sandalnya saling berpencar, tidak tertata rapi seperti pemilik jam’ah lainya. Sehingga ia harus tertinggal paling akhir setelah sembahyang usai.Untuk beberapa saat Hasan harus mencarinya dengan mengunakan lampu senter yang ia bawa dari rumah. Pak Abdul Latif yang mengetahui kecerbohan Hasan, memberi nasehat agar anak itu membiasakan diri untuk meletakan sesuatu secara teratur. Dengan menganguk tanpa bersuara Hasan menjawabnya.
Hasan seorang bocah laki-laki berusia 10 tahun keluar dari Masjid setelah menunaikan sholat maghrib. Sepasang sandalnya saling berpencar, tidak tertata rapi seperti pemilik jam’ah lainya. Sehingga ia harus tertinggal paling akhir setelah sembahyang usai.Untuk beberapa saat Hasan harus mencarinya dengan mengunakan lampu senter yang ia bawa dari rumah. Pak Abdul Latif yang mengetahui kecerbohan Hasan, memberi nasehat agar anak itu membiasakan diri untuk meletakan sesuatu secara teratur. Dengan menganguk tanpa bersuara Hasan menjawabnya.
Setelah menemukan
sepasang sandal yang ia cari, ia segera berlari seorang diri. Menyusuri jalan
sepi menuju rumah damainya.Kebetulan hari itu, orang tuanya tidak berangkat ke
masjid karena baru pergi ke kota untuk menjenguk kerabatnya yang tengah sakit.
Jalanan desa yang belum beraspal membuat Hasan harus berhati-hati, terlebih
tidak ada lampu penerangan.
Di sepanjang jalan tertanam rimbun semak belukar
dan pepohonan yang tumbuh tinggi. Keadaan terasa semakin mencengkam ketika
tiba-tiba angin berhembus. Mengerakan ranting kering pepohanan yang menimbulkan
suara berderit yang cukup keras. Seperti suara jeritan yang memekakan telinga.
Hasan teringat tentang film horror yang pernah ia lihat beberapa bulan lalu.
Bulu kuduknya terasa merinding terlebih ketika ia teringat tentang cerita horror
teman sepermainanya tentang keangkeran temapat yang kala itu pas ia lalui.
Hasan tercekat, ketika
ia melihat sosok bayangan beberapa meter di depan jalanya. Sosok itu mulanya berwujud seperti kabut tebal, semakin
lama ia berbentuk wujud yang jelas.
Jantung Hasan berdegup dengan kencang, ia
langsung berfikir dengan cepat jika sosok di depanya bukanlah manusia.
Bagaimana tidak, jika sosok itu berdiri mengambang dengan pawakan tubuh yang
cukup tinggi dengan mengunakan gaun putih panjang yang menutupi sempurna
sosoknya. Wajahnya tidak terlihat dengan jelas, tertutup rambut panjang yang terlihat
kaku.
Hasan hendak menjerit
tapi terhenti di tenggorakan. Badanya hampir saja menggigil karena ketakutan,namun dengan kemampuan mengontrol diri, Hasan
segera mengingat satu doa yang sore tadi kebetulan di anggap LULUS oleh Ustadz
Restu. Hasan mengatur nafas, kemudian dengan lantang ia membaca doa tersebut dengan memejamkan mata secara rapat-rapat, berharap ia tak melihat sosok itu lagi.
“BISMILLAAHIRROHMAANIRROHIIM.ALLOHUMMAABAARIKLANAA FIIMAAROZAKTANAA WAAKINAA ‘ADZAA BANNAAR. AAMIIN”
Tak berapa lama, setan
yang ternyata berjenis Kuntilanak itu kebingungan dengan raut wajah terbengong-bengong.Hingga akhirnya terbirit-birit
pergi sambil memaki
“Kutu kumpret,
seumur-umur guwe jadi kuntilanak baru kali ini mau di makan sama bocah tengik
.Kampret,kampret”
Ternyata kuntilanak tersebut berasal dari kota yang jauh dari
desa tersebut. Maksud hati malam itu ia ingin pergi jalan-jalan seraya mencari
mangsa, namun termangsa oleh kebodohanya sendiri. ^_^