Lingkaran Itu tak Bersudut

Sabtu, 17 Maret 2012

Hak dan Kewajiban

        Betapapun banyaknya hak yang kita miliki. Toh pada akhirnya berujung pada banyaknya kewajiban yang harus kita jalani. Hidup adalah hak setiap manusia, tentu saja manusia akan menerima sangksi ketika ia mencabut hak hidup manusia lainya (membunuh misalnya). Jika kita berbicara hak, maka ada kewajiban di sana yang juga harus kita penuhi. Hak ibarat sebuah upah dari kerja keras. Maka kewajiban bisa diartikan sebagai bentuk kerja yang harus dipenuhi untuk bayaran hak pada akhirnya. Menuntut hak adalah bentuk kewajaran yang terjadi di dalam setiap kehidupan manusia, ketika hak itu tidak diperolehnya atau dirampas oleh manusia lainya. Seperti pekerja yang menuntut hak upah gajinya yang tertunda atau bahkan dibawa kabur oleh majikanya. Contoh lainya seperti rakyat yang menuntut pemerintah meminta haknya atas pajak yang telah dibayarkan untuk urusan pembangunan negara yang akhirnya tertunda atau bahkan dikorupsi. Begitulah, permasalahan penuntutan hak adalah permasalahan yang sebenarnya sudah terjadi sejak dahulu.
Namun, bagaimana jadinya jika timbul suatu perkara yang mengatakan tentang penuntutan kewajiban?.
Maka perlu beberapa waktu untuk memahami tentang hal itu.Sepertinya hal itu memang bukan hal yang harus dibicarakan. Ibarat manusia yang menuntut kewajibanya untuk tidak dicabut, atau bahkan di tambahkan lagi. Hal itu terasa aneh dan asing memang di telinga dan fikiran itu. Karena hanya beberapa manusia saja yang kiranya bisa berfikir hingga melakukan hal itu. 
      Tidak hanya manusia yang memiliki hak dan kewajiban atas kehidupanya. Tuhan sendiri pun memiliki hak dan kewajiban atas manusia itu sendiri. Tuhan punya "kewajiban" memelihara seluruh manusia atas kehidupan yang diberikanNya. Begitupun Tuhan, punya hak atas diri manusia untuk disembah, dijalankan segala perintah dan menjauhi laranganNya. Jika kita kaji lebih dalam lagi, maka kita bisa menyimpulkan. Bahwa sesungguhnya kehidupan ini adalah bentuk cerita bagaimana manusia menjalankan kewajiban dan menggunakan haknya sebaik mungkin tak lepas atas peranan Tuhan yang memiliki bentuk hal yang sama namun dengan konteks yang berbeda.
      Menjalankan kewajiban dan mengunakan hak tanpa pijakan dan pedoman yang tepat, sesungguhnya merupakan kesesatan yang nyata. Bagiamana tidak, jika kita terlalu berlebihan mengatasnamakan hak yang sebenarnya bentuk protes pada Tuhan. Kita mudah mengatasnamakan hak berdasar diri kita sendiri sendiri. berdasarkan kenyamanan kita sendiri, berdasarkan kemauan kita sendiri. Bila ada seorang ibu yang berkata pada seorang hakim yang tengah mendakwanya dengan penganiayaan pada anaknya sendiri. Bahwa anaknya adalah haknya, ialah yang telah melakukan kewajiban melahirkan, memberi makan dan minum, tempat tinggal, hingga kewajiban mendidiknya sebagai seorang manusia dan seabreg kewajiban lainya. Anaknya adalah anaknya, bukan hakin atau tetangganya yang telah melahirkan dan mengurusinya. Apa hak seorang hakim menjatuhkan hukuman atas dirinya.
Begitu kira-kira argumentasi yang terkesan pintar dari seorang ibu yang telah menganiya anaknya sendiri karena telah melanggar perintahnya.
Apa juga yang terjadi, ketika manusia mengunakan tubuhnya untuk di eksploitasi pada bentuk kejahatan. Mereka beragumen bahwa itu adalah hak pada dirinya sendiri, tidak ada urusan dengan orang lain. Sungguh mereka lupa, bahwa mereka juga punya kewajiban melindungi orang lain, kewajiban memberi contoh kebaikan pada orang lain. Sejauh ini hanya manusia yang percaya akan  Tuhan yang setidaknya mau menerima meski belum mampu melaksanakanya.
Hak dan kewajiban adalah seperti sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Jika pun dipisahkan maka hal itu tidak memiliki arti sebagai uang.
Kita memang terlalu sering membicarkan hak kita, tanpa sadar kita lupa akan kewajiban kita. Kita lupa atau kita benar-benar tidak tahu?.Kita mengerti atau kita sebenarnya masih bodoh sekali? jawaban itu ada pada diri kalian sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar