Lingkaran Itu tak Bersudut

Senin, 02 Januari 2012

Hujan dan penerjun payung

               Apalagi yang tengah dibicarakan hujan dengan mendung kelamnya. Jika saja petir yang menyambar mengkilatkan ketakutan yang semakin merekah. Mendung yang bergelayut, mengarak awan hitam yang seolah bersejajar dengan garis horisontal kehidupan. Partikel alam tengah ramai berkumpul, saling berbincang dengan suara tingginya masing-masing. Menghentakan bumi. Menghitam kelamkan siang yang seharusnya cerah dengan matahari. Sepertinya memang hanya suara matahari yang waktu itu tidak terdengar. Petir paling menguasai bunyi. Mendung paling merajai kelam. Panas paling merajai suhu. Matahari tengah tertutup rapat-rapat dengan pekat mendung hitamnya awan. Langit seolah tengah sendu dengan warna hitam pekatnya. Angin berhembus dengan kekuatan penuhnya. Menghempaskan apa saja yang tidak bisa kuat dengan terpaanya. Daun kering yang tampak terlihat menyedihkan dengan hempasan angin. Terjatuh dari pucuk, terhempas, melayang, terhempas, melayang kembali hingga sejauh pohon tempat bergantungnya.
Partikel alam tengah berbicara dengan mendung, petir, angin. Tak lama partikel air mengalir dari sela-sela awan hitam pekat yang akhirnya terjatuh ke bumi. Membasahi kekeringan yang hampir saja menjadi debu berterbangan. Semakin basah. Basah. Menjadi lumpur. Becek. Tak lagi terserap. Air mengenang.
Penduduk bumi ketakutan. Mereka segera mencari kain, tas,panci atau apa saja untuk memasukan pakaian atau harta yang kiranya berharga. Apa saja yang terlihat. Mereka angkat dengan gerak cepat nan kilat. Mereka segera berlari. Air yang mengenang semakin tinggi. 
       Bumi tak lagi mampu menyerap air yang berkompenen sebagai zat cair yang mudah meresap. Lari mereka tak secepat hujan yang terjun ringan dari langit. Lari mereka membawa beban. Sedang hujan turun tanpa sedikitpun beban. Air hujan tanpa parasut. Tidaklah seperti penerjung payung yang harus mengunakan beban untuk turun sempurna ke bumi.
Semua tidak lah sama.Antara penerjun payung dengan air hujan yang sama-sama turun dari tahta angkasa. Semua tak sama. Mereka membawa beban dan tanpa membawa beban. Beban seperti layaknya penahan. Sedang hujan tak lagi bisa ditahan. Ia turun dengan sayap malaikat yang membawa kabar gembira untuk penduduk bumi. Maka berdolah ketika turun hujan. Hujan yang turun tanpa beban dan penahan. Bagaimanapun hujan tahu, betapa berharga air untuk kehidupan di bumi. Hujan sedikitpun tak mau memperlambat diri, yang seolah ia begitu berarti untuk menyombongkan diri. Hujan adalah rizki yang tak perlu di tahan jika langit sudah berkenan. Selayaknya rizki yang manusia harapkan turun tanpa beban dan penahan.
Sedang terjunya pemain terjun payung, belum tahu apa yang hendak ia tuju ketika sudah berhasil mendarat kebumi dengan sempurna. Kepuasaan untuk mencarri kebahagian. Tentu. Karena itulah yang mereka cari. :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar