Merindukanmu,haahhh.Bersiaplah untuk berurusan dengan kegelisahan, kegundahan karena merindukanmu. Hingga
detak jantung menertawakan terbahak-bahak perasaanku, ia berdenyut dengan lebih
kencang. Terasa menyebalkan dan ingin kumaki sendiri secara mati-matian.
Sungguh merindukanmu adalah perasaan yang berbicara mengingatmu dimanapun dan
kapanku. Perasaan yang tak berbentuk, selayaknya tubuh yang memiliki bentuk
tiap anggota badannya. Jantung,hati,limpa hingga paru-paru tak mampu ku sentuh
dengan merogohnya begitu saja, tapi ia berbentuk, setidaknya begitu. Setiap merindukanmu, dada ini terasa sesak, dan aku
menduga jika perasaan adalah arwah yang menyemayami jantung,hati,limpa,pankreas
hingga meliputi paru-paru.
Setiap
merindukanmu bukan hanya sekedar menatap seraut wajah diam membisumu, hal itu
bisa terselesaikan, rampung dan tinggal menikmati buah kerinduan. Memandangi
wajah diam membisumu hanya akan menambah beban rindu ini padamu. Rindu ini
sebuah beban, setidaknya begitu karena rasa berat yang dapat menyesakan dada
ini. Arwah yang menyemayami organ dalam dada tengah bertingkah meningkahi ku.
Tindakanku tak lebih hanya bisa mengumpat. Seraut wajahmu tak akan pernah
peduli jika akhirnya aku menangis tersedu-sedu dalam menatap kepadamu, menaruh
harapan besar lewat sorot mataku. Telah ku sampaikan itu, dengan memancarkan
api rindu yang telah mengebu.
Datangalah
jika tidak aku yang akan mendatangaimu. Jika pertemuan itu masih lama, ingin
rasanya aku melawan hukum pertemuan dengan menyewa pengacara paling bisa. Tanpa
perlu bersidang, karena waktu sama saja terulur hingga hukum pertemuan kita
diketuk palu. Atau bahkan akhirnya aku dihukum dengan memperpanjang perpisahan
itu karena tidak beruntung aku mendapati hakim pecundang. Ahhhh terlalu jauh
aku memberi perumpamaan untuk kerinduan ini. Sejenak aku tertawa hanya sejenak
saja. Karena seterusnya aku teringat tentang dirimu, dan kembali dalam
kegundahan karena rindu.
Keadaan
yang paling menyedihkan ketika merindukanmu, adalah ketika malam menjelang
dengan waktu perlahan. Itulah saat dimana seluruh energi luruh dalam kesakitan
yang luar biasa. Mata tak mampu terpejam untuk tertidur nyenyak dalam pangkuan
bantal empuk. Betapapun, mata ini telah merasa perih, ia tak mampu takluk pada
perintah arwah yang tengah meningkahi. Mataku terlalu lunak ia tak bisa
berontak. Pagi yang akhirnya datang hanya menyisakan letih yang mendalam, mata
ini menghitam melingkari. Banyak yang bertanya tentang mata yang semakin hari
terlihat membengkak dan memprihatinkan. Rindu, inilah hasil beban yang
terpancar dari api rindu yang mengebu.
Duduklah
aku bersemayam di bawah pohon, ketika siang itu akhirnya angin menghantarkanku
untuk terpejam dalam tidur. Bertemulah aku denganmu dalam tidur, aku
bercengkrema mencoba melepaskan rindu yang mengebu. Sebisa mungkin ku lepaskan,
aku tak ingin mati karena merindukanmu. Setidaknya aku masih bisa hidup sebelum
akhirnya rindu ini bisa tertuntaskan urusanya.
Merindumu,
menjadi cerita terpedih jika terlalu lama aku menunggu.