Lingkaran Itu tak Bersudut

Sabtu, 27 April 2013

merindukanmu



Merindukanmu,haahhh.Bersiaplah untuk berurusan dengan kegelisahan, kegundahan karena merindukanmu. Hingga detak jantung menertawakan terbahak-bahak perasaanku, ia berdenyut dengan lebih kencang. Terasa menyebalkan dan ingin kumaki sendiri secara mati-matian. Sungguh merindukanmu adalah perasaan yang berbicara mengingatmu dimanapun dan kapanku. Perasaan yang tak berbentuk, selayaknya tubuh yang memiliki bentuk tiap anggota badannya. Jantung,hati,limpa hingga paru-paru tak mampu ku sentuh dengan merogohnya begitu saja, tapi ia berbentuk, setidaknya begitu. Setiap merindukanmu, dada ini terasa sesak, dan aku menduga jika perasaan adalah arwah yang menyemayami jantung,hati,limpa,pankreas hingga meliputi paru-paru.

Setiap merindukanmu bukan hanya sekedar menatap seraut wajah diam membisumu, hal itu bisa terselesaikan, rampung dan tinggal menikmati buah kerinduan. Memandangi wajah diam membisumu hanya akan menambah beban rindu ini padamu. Rindu ini sebuah beban, setidaknya begitu karena rasa berat yang dapat menyesakan dada ini. Arwah yang menyemayami organ dalam dada tengah bertingkah meningkahi ku. Tindakanku tak lebih hanya bisa mengumpat. Seraut wajahmu tak akan pernah peduli jika akhirnya aku menangis tersedu-sedu dalam menatap kepadamu, menaruh harapan besar lewat sorot mataku. Telah ku sampaikan itu, dengan memancarkan api rindu yang telah mengebu.
Datangalah jika tidak aku yang akan mendatangaimu. Jika pertemuan itu masih lama, ingin rasanya aku melawan hukum pertemuan dengan menyewa pengacara paling bisa. Tanpa perlu bersidang, karena waktu sama saja terulur hingga hukum pertemuan kita diketuk palu. Atau bahkan akhirnya aku dihukum dengan memperpanjang perpisahan itu karena tidak beruntung aku mendapati hakim pecundang. Ahhhh terlalu jauh aku memberi perumpamaan untuk kerinduan ini. Sejenak aku tertawa hanya sejenak saja. Karena seterusnya aku teringat tentang dirimu, dan kembali dalam kegundahan karena rindu.
Keadaan yang paling menyedihkan ketika merindukanmu, adalah ketika malam menjelang dengan waktu perlahan. Itulah saat dimana seluruh energi luruh dalam kesakitan yang luar biasa. Mata tak mampu terpejam untuk tertidur nyenyak dalam pangkuan bantal empuk. Betapapun, mata ini telah merasa perih, ia tak mampu takluk pada perintah arwah yang tengah meningkahi. Mataku terlalu lunak ia tak bisa berontak. Pagi yang akhirnya datang hanya menyisakan letih yang mendalam, mata ini menghitam melingkari. Banyak yang bertanya tentang mata yang semakin hari terlihat membengkak dan memprihatinkan. Rindu, inilah hasil beban yang terpancar dari api rindu yang mengebu.
Duduklah aku bersemayam di bawah pohon, ketika siang itu akhirnya angin menghantarkanku untuk terpejam dalam tidur. Bertemulah aku denganmu dalam tidur, aku bercengkrema mencoba melepaskan rindu yang mengebu. Sebisa mungkin ku lepaskan, aku tak ingin mati karena merindukanmu. Setidaknya aku masih bisa hidup sebelum akhirnya rindu ini bisa tertuntaskan urusanya.
Merindumu, menjadi cerita terpedih jika terlalu lama aku menunggu.